Gelandangan di Jakarta, Rumah Mewah di Kampung Halaman

- Mei 13, 2016
KompasTV
Sebuah desa di Brebes, Jawa Tengah dikenal sebagai desa yang makmur. Nama desa tersebut adalah Desa Gerinting. Akan tetapi kemakmuran tersebut diperoleh bukan dengan bertani atau mata pencaharian pada umumnya, akan tetapi beberapa warganya bekerja menjadi pengemis. Benarkah hal tersebut masih berlangsung hingga hari ini?

Seorang jurnalis televisi nasional pun mendatangi sebuah rumah mewah dua lantai. Rumah bercat krem tersebut adalah dulunya seorang gelandangan. Namun ketika diketuk pintunya tidak ada suara. Jurnalis tersebut pun tanya tetangga sekitar untuk mengetahui siapa pemilik rumah tersebut sesungguhnya.

“Ah udah, Mas. Nggak usah tanya-tanya!” jawab ibu tersebut yang sedang ngemong anaknya di toko kelontongnya, ketika ditanya jurnalis.

“Nggak, saya mau tanya, orangnya di mana?” tanya Jurnalis.

“Ya di Jakarta, Mas. Udah Mas, aku nggak mau ditanya lagi,” kata ibu berbaju hijau itu.

Jurnalis pun menemui Kepala Desa Gerinting, Suhartono. Terjadilah wawancara antara Jurnalis (J) dan Suhartono (S).

J: Masih adakah pengemis di desa Anda?

S: Kalau misal pengemis sih masih ada. 

J: Masih ada, Pak? Berapa orang?

S: Jumlahnya tinggal hitungan jari.

J: Tinggal hitungan jari? Itu data bapak yang bapak ketahui? Di mana mereka beroperasi?

S: (mengiyakan) Sementara mereka masih di Jakarta.

J: kenapa mereka masih menjadi pengemis, Pak?

S: Ya itu artinya mereka ekonominya benar-benar masih belum mampu. Jadi mereka masih profesinya itu. Tapi semakin bertahun semakin berkurang. 

J: Apa yang bapak sampaikan ke mereka?

S: Kami sampaikan kepada mereka bahwa pekerjaan itu kurang bagus, kurang baik namun mereka terjepit dengan ekonomi yang mungkin kurang beruntung.  Mereka juga janji dan janji itu ada yang ditepati. Dan Alhamdulillah mereka sudah mampu dan alih profesi. Usaha yang lain-lain.

J: Bapak tidak coba membuatkan mereka usaha di sini? Memberdayakan mereka sehingga mereka tidak perlu berangkat jauh-jauh (ke Jakarta) dan mengemis pula.

S: Hampir tahun kami usahakan. Dari saya sebelum menjabat kades, ada dua kades yang berupaya untuk itu. Dan Alhamdulillah sekarang sudah banyak usaha-usaha, ya dari UKM sekarang muncul. Kemudian ada (peternakan) ayam yang sekarang ada 15 kandang. Kemudian pabrik-pabrik rokok sekarang ada ribuan. Alhamdulillah dulu (pengemis dan gelandangan) sudah hilang, generasi mudanya sudah malu dengan pekerjaan itu (mengemis). (Berdehem)

J: Paling lama berapa tahun warga bapak menjadi pengemis? 

S: Ya paling lama, maksimal dua tahun tiga tahun.

J: Tidak ada yang lebih dari itu masak, Pak? Ada yang lebih dari 10 tahun?

S: Ya, kayaknya sih tidak ada juga.

J: Bapak yakin dengan jawaban bapak?

S: Saya yakin karena kami memang punya PR seperti ini namun kami sepakat dengan program terdahulu bahwa ingin mengikis pengemis itu.

J: Bagaimana dengan isu yang mengatakan bahwa menjadi pengemis itu cara mudah untuk menjadi kaya?

S: Tidak juga, banyakan mereka benar-benar karena kekurangan, akhirnya mereka ke sana (Jakarta) dan pulang ke sini sudah mapan, berkecukupan dan berhenti. 

J: Saya lihat beberapa rumah di sini yang sangat bagus, dan boleh dikatakan mewah, apakah mereka bagian dari gelandangan dan pengemis?

S: Tidak juga artinya begini, (berdehem) kalau memang dari dulunya orang yang tidak mampu atau orangtuanya pernah (mengemis). 

J: Mungkin? Apakah bapak sebagai kepala desa apakah punya data mereka sebagai gelandangan atau pengemis? Sempat atau sekarang itu berbeda ya, Pak.

S: Ya ada (salah satu dari rumah-rumah mewah itu). Ya tidak mewah sekali.

J: Mewah, Pak. Saya lihat, Pak. 

S: Ya, mewah karena bukan dari hasil kerja yang pengemis. Tapi ada yang namanya rongsokan itu. Karena bagaimana pun yang namanya pengemis tidak untuk melebihi dari kekayaan kok. Saya tahu persis mereka di kerompongan atau di rongsokan.

J: Dari mana bapak tahu? Bapak pernah ke sana?

S: Saya pernah langsung ke sana (cek langsung). Dan kemudian generasi itu ada yang membuat warteg, kemudian usaha yang lain.

J: Apakah ada upaya intens atau total untuk menghentikan mereka?

S: Kalau menghentikan total nggak mungkin, Pak. 






Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search