Pengakuan Pelukis Sejarah Soal Pahlawan Aceh pada Lembaran Rupiah

- Desember 22, 2016

Bank Indonesia pada Senin (19/12/2016) lalu meluncurkan uang dengan tampilan baru. Dari salah satu gambar mata uang baru, ada gambar yang mengundang kontroversi. Adalah lembaran uang Rp1.000, dengan gambar perempuan dengan nama Tjut Meutia.  Perempuan Aceh akan tetapi menggunakan sanggul. 

Benarkah gambar itu tidak benar? 

Pelukis sejarah dari Aceh, Nourman Hidayat, yang saat ini sedang melakukan observasi terhadap Tjut Nyak Dhien untuk dilukis dalam versi mendekati asli, menyatakan bahwa lazimnya lukisan sejarah yang dikenal sekarang dan tersimpan di benak masyarakat sejak kecil dulu selalu sama.

"Penggambarannya selalu sama. Cut Nyak Dhien menggunakan konde, dan tanpa hijab sama sekali. Anda akan menemukan minimal dua versi wajah Tjut Nyak Dhien dalam lukisan sejarah, keduanya tidak identik. Saya membayangkan, pelukis sejarah pahlawan Aceh selama ini ngarang!" kata dia kepada BersamaDakwah.net pada Kamis (22/12/2016).


Sejak lama, kata pelukis yang pernah melelang lukisannya untuk korban bencana gempa Pidie Jaya itu, bangsa Indonesia seringkali direcoki oleh manipulasi sejarah. 

"Banyak ahli sejarah jujur yang akan bersaksi tentang kepahlawanan Aceh dalam versi berbeda daripada gambar pada pecahan lembaran uang baru versi rezim Jokowi. Untuk gambar pada lembaran uang baru ini lebih ngarang lagi. Wajar rakyat Aceh bereaksi. Apa dikira Aceh tak menghormati pemimpinnya?" cetus Nourman.

Proses penerbitan uang baru belakangan memang juga menunjukkan kontroversi, baik proses cetak maupun penentuan pahlawan nasional yang tampil dalam mata uang baru. 

"Dalam sejarah Indonesia yang sering manipulatif, maka rezim Jokowi melakukan manipulasi yang paling vulgar dan mengganggu kebhinekaan," kata Nourman. 

Nourman menilai pejuang-pejuang di Aceh terhormat karena menerapkan syariat, dan perintahnya dipatuhi, bicaranya didengar, omongannya dipercaya. Jika mengumbar aurat, kata dia, maka dia tidak mendapatkan kehormatan dalam sejarah.

"Ini juga berlaku hingga sekarang. Seorang pemimpin yang abai pada standar terendah syariah, maka mereka keluar dari kepercayaan masayarakat.  Jika pun disebut dalam sejarah, maka tokoh pejuang yang abai terhadap perintah agama seperti tidak berhijab, maka dia dikenal sebagai tokoh bermasalah. Dikenang bukan untuk diteladani," ujarnya. [Paramuda/BersamaDakwah]
Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search