Catatan Eks Timses Jokowi: Habib Rizieq, Tempe dan Kuah Sayur Asam

- Januari 31, 2017

Mantan tim sukses Joko Widodo saat kampanye pemilihan presiden lalu Iwan Piliang tak habis punya pengalaman menyentuh soal imam besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS).
"Selagi kita berjalan di jalan Al Quran dan Hadits, saya tak pernah gentar, " kata Iwan menirukan kalimat HRS pula.
Azan Zuhur telah sekitar 10 menit berkumandang. Saya bergegas menuju Masjid di lingkungan pesantren Habib Rizieq Sihab, Minggu, 29 Januari 2017. Gerimis miris. Kabut menggelayut. Mendung enggan pergi di kawasan Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat, itu.
Berikut catatan lengkap Iwan dengan judul, "Habib Rizieq, Tempe dan Kuah Sayur Asam" ---
Ruang wuduk berlantai keramik, pilihan desain bagaikan menginjak undakan batu bergelombang. Kuning kecoklatan. Di telapak kaki rerasa kesat. Di sebelah kiri ada toilet, lengkap dengan kloset jongkok, ada sepuluh berderet, tersaji bersih tiada aroma.
Kami di Jakarta, punya kegiatan #Bangrojak, Bangun Gotong Royong Jakarta. Kegiatannya antara lain bersih-bersih toilet masjid. Tentulah peturasan ini tak perlu lagi dibangrojakkan, sebaliknya menjadi salah satu layak diteladani.
Panjangnya sekitar dua kali lapangan basket, lantai berterap, mengikuti kontur tanah, atap baja ringan tanpa plafon. Imam shalat berada di lantai paling bawah, tak terasa sudah rakaat terakhir rupanya.
Air keran mengalir lancar, tak kian membuat dingin. Sebaliknya rasa hangat mengaliri wajah, lengan dan kaki. Bergegas, saya memasuki masjid, lebarnya sepanjang lapangan basket. "Assalamualaikum warahmatullah, Assalamualaikum warahmatullah, " Imam berjamaah lima saf itu selesai sudah.
Saya berjalan ke dalam masjid, tampak di bagian tengah berderet rak panjang hingga depan. Seluruhnya berisi Al Quran dan beberapa buku agama. Seseorang setengah baya, bersarung, juga terlambat. Ia saya daulat menjadi imam.
Imamnya bukan Habib Rizieq Sihab (HRS). Di dalam hati di manakah Habib? Sejak awal datang sekitar 40 menit lalu saya baru bertemu Habib Muhsin, paman HRS, sosok sehari-hari menemaninya ke manapun pergi, selain sang isteri. Hingga zuhur selesai, hanya tinggal kami berdua. Jamaah awal masih khidmat berzikir. Ketika doa lantas dipanjatkan, beruntung dari awal hingga akhir dapat mengamini. Rabbana Attina Fitdunia Asanah ... Aamiin
Ali lantas mengajak beranjak. Kami berjalan ke arah agak mendaki, ke ruangan segi delapan sebagaimana sudah saya deskripsikan kemarin. Di samping saya juga ada Habib Muhsin. Tapi, Muhsin yang satunya lagi, ketua Forum Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta. Kami bersama-sama. Di dalam ruangan sudah menanti HRS.
Adalah Ali Al-Hamid, bersama keluarga, sengaja datang menemani saya ke lokasi. Saya membuntuti Innova putihnya dari belakang. Dari Jakarta sedianya saya hendak mengendarai mobil kecil, Smart, entah kenapa di saat mesin sudah saya panaskan, seakan ada yang menggerakkan untuk menukar mobil SUV. Medan ke lokasi melewati hutan, jalanan rada offroad. Ali sebagai pemandu ke lokasi, kerabat HRS, karib dari Kamil Smile, kawan saya di Bondowoso. "Iwan Piliang... saya sudah ingat sejak enam bulan lalu...," HRS merangkul, bersalaman. Maksudnya sudah sejak enam bulan lalu ia ingat kami ingin bertemu. Di belakang HRS duduk, saya lihat ada papan tulis putih kaca, masih dibiarkan bertulisan tangan biru. Dinding di sekitar dipenuhi buku. Meja kecil di atas ambal itu pun ditumpuki buku-buku. Sebuah kotak plastik berisi potongan kayu Gaharu di sampingnya.
Tak lama Ali Al Hamid menyampaikan ke kafilah makan siang bersahaja itu. "Mas Iwan mau bicara empat mata dengan Habib." Mereka meninggalkan kami.
Obrolan ringan berlanjut ke hidangan makan siang. HRS meminta apa yang ada dihidangkan. Mangkok sambal merah, mangkok kecil sambal hijau, tempe dan tahu goreng, kerik tempe berteri kacang, serta semangkok besar sayur asam plus nasi putih sebakul terhidang. Saya mengambil lengkap serba sedikit. Hingga makanan saya habis, saya hanya melihat HRS menyiram basah nasi putih, lalu berlauk dua potong kecil tempe saja. Lain tidak. Saya lalu teringat akan pesan Fakhrudin Halim, sosok wartawan sudah lama saya kenal di Bangka. Ia juga "murid" Alm Budiman S Hartoyo, pernah mereportae Al Mukmin, Ngruki itu. Fakhrudin sudah terlebih dulu ke Mega Mendung bertemu HRS di lain waktu. Perkara makan ini, ia menuturkan, "Habib pernah dihidangkan goreng ayam. Lalu setelah itu ia cek, apakah santri makan ayam. Ternyata tidak. Sejak itu Habib perintahkan apa yang dimakan santri itu pula yang dimakannya." Di saat berdua itulah saya lontarkan pertanyaan, ceritakan soal tanah ini, benarkah Habib menyerobot tanah Perhutani. "Tiga tahun lalu saya beli tanah dari penggarap sehektar, lalu jadi dua hektar. Penggarap memiliki surat garapan yang diketahui lurah," ujar HRS. Kawasan itu sendiri masih dalam teritori PTPN VIII. "Garapan kalau sudah di atas dua puluh tahun bisa diurus surat hak gunanya."
Gerimis berkabut kian pekat. Barisan perwakilan para Jawara silat se DKI Jakarta sudah lama menantinya di ruang bagian atas, untuk unjuk kebolehan. Mereka taklimat takzim ingin mendukung ulama, ingin dipimpin oleh Habib Rizieq semuanya, ya semua aliran menjadi bersatu, di bawah komando HRS.
Dalam perkembangan hingga kini ada kawan-kawan dan kerabat HRS ikut berkebun, mendukung pesantren, sehingga kini sudah seluas 33 hektar. Di lahan inilah diberi judul Pesantren Agrikultura. Ada 70 santri gratis dan 50 warga petani termasuk mereka penggarap tanah yang tanahnya sudah dibeli bertani. Dari sayur mayur itulah ekonomi pesantren berputar. "Dari caisim, dari sawi," kata HRS tertawa. Perkara harga beli tanah bervariasi dari di bawah Rp 50 ribu hingga di atas Rp 100 ribu. HRS membantah telah menyerobot tanah Perhutani. Di media online pun saya baca Perhutani telah membantah ihwal penyerobotan tanah. Obrolan empat mata itu berlanjut soal isu selingkuhnya, termasuk soal sel Alpaten (A10) di tempatinya di Polda dulu. Alpaten itu nama samaran Antasari Azhar, karena menempati sel A10 setelah dihuni HRS. Antasari sebuah cerita tersendiri. Tetapi siang jelang Ashar itu Habib Rizieq dengan yakin mengatakan, ia ditarget untuk ditahan sebelum tanggal 11 Februari 2017. "Saya sudah paham orang seperti saya ini dua saja, diikriminalisasi dipenjara atau dibunuh," katanya. "Selagi kita berjalan di jalan Al Quran dan Hadist," kata HRS pula, "Saya tak pernah gentar. Allahu Akbar." Seketika bulu di badan berdiri.
Akan halnya isu perselingkuhan dan sel Alpaten, yang kemungkinan menantinya lagi saya lanjutkan di status esok pagi. [Paramuda/BersamaDakwah]
Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search