Catatan Emak Rumah Tangga: Arab dan Hijab

- Maret 01, 2017
Kehadiran Raja dari Kerajaan Saudi Arabia (KSA) Salman bin Abdul Aziz AlSaud memang menjadi fenomena tersendiri di Indonesia. Tak jarang yang tadinya nyinyir terhadap Arab menjadi lunak meski ada yang tetap nyinyir juga. Satu diantara bentuk kenyinyiran adalah adanya perempuan tak berhijab di dunia Arab.

Oleh sebab itu, menarik jika mengikuti tulisan dari ibu rumah tangga, Muktia Farid. Berikut catatannya yang berjudul Arab dan Hijab.

***

Di TL fesbuk banyak bertebaran dah foto prince ini princess itu dari Arab. Dari prince yang tuampan banget ngetnget sampai princess cantik yang tak berhijab. Lah katanya arab, keluarga kerajaan lagi, kok gak berhijab?

Memang siapa yang mengidentikkan arab dengan hijab? Hijab itu perintah Quran, bukan tradisi arab. Dari jaman dulu, arab juga tidak identik dengan keshalihan. Disana ada tipe Abu Bakar, tapi juga ada tipe Abu Jahal. Justru di situlah kenapa Rasulullah SAW ada di sana.

Padha bae lah kayak di endonesah, ada yang mengkategorikan islam abangan, islam fanatik, dst. Makhluk jin juga begitu. Biar dikata sama-sama jin muslim, ada jin muslim taat, jin muslim fasiq yang sering maksiat, juga jin muslim yang jail. Gak berarti kalau muslim itu terus taat semua.

Nah khusus untuk keluarga kerajaan di semenanjung Arab, ya memang macam2. Tengok Jordan misalnya, silahkan lihat sendirilah seperti apa tampilan keseharian keluarga raja & ratunya. Kagak tega saya bilangnya. Keluarga Ibn Saud pun begitu. Ibaratnya kita punya anak, tentunya pengin anak kita shalih dan taat semua, dididik dengan cara yang sama, tapi kan ya ndilalah suka ada yang 'mencil', beda dengan lainnya. Itu sudah ranah hidayah. Kenapa jadi bingung. Lha Nabi Nuh, yang nabi aja, ditolak sama anak dan istrinya sendiri. Juga Nabi Luth. Kalau kata lagunya grup Raihan mah, "Iman tak dapat diwarisi, dari seorang ayah yang bertaqwa. Ia tak dapat dijual beli, ia tiada di tepian pantai".

Ketaatan itu mahal, nyambungnya ke urusan hidayah. Nah, hidayah itu kata ustadz seperti sinyal. Kita yang harus aktif mencarinya, bukan ngarepin datang tapi kitanya gak berusaha. Persis lah kalau kita pegang hape terus lagi ada di daerah yang fakir sinyal. Kan dibela-belain tuh ke luar ruangan atau naik bukit biar dapat sinyal.

Yang sedang-sedang saja. Tidak terlalu memuji, tapi juga jangan mencaci. Lebih penting lagi, jaga hidayah yang sudah terpatri di hati, jangan sampai ia lari meninggalkan diri kita karena kita malas berinstropeksi dan memperbaiki diri.

Alhamdulillahilladzi hadaana li hadza wamaa kunna linahtadiya lawlaa an hadaanallah. Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kami (jalan ke surga) ini. Kami tidak akan mendapat petunjuk sekiranya Allah tidak menunjukkan kami. (Al-A'raf 43). [Paramuda/BersamaDakwah]
Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search