Laki-laki Harus Maskulin dan Perempuan Harus Feminin? Begini Penjelasan Psikolog

- September 23, 2017
Bersamadakwah.net 
, Benarkah seorang laki-laki wajib 'ain untuk maskulin? Pun perempuan haruskah feminin?

Sebelum Anda menjawab,  psikolog sekaligus dosen sebuah universitas swasta di Jakarta, Intan Savitri memberikan ilustrasi dialog dan penjelasan sebagai berikut:

Istri: Bang, kenapa sih tadi lupa jemput? Abang tidak sayang lagi ya?
Suami: Memang lupa, soalnya tadi ada tamu datang, trus benerin laptop.
Istri: masa sama istri lupa? Ah, abang niy! Dah gak cinta
Suami: bukan begitu (kenapa dia gak tlp sih, ngingetin gitu)
Istri: ya begitu (kenapa susah minta maaf sih?)

Pertanyaannya: Kenapa yang dalam kurung itu tidak dikatakan atau langsung dilakukan yaa?

Apakah benar perempuan terlalu cerewet dan tidak bisa mengelola kecerewetannya dengan baik? Apakah ini karena perempuan memiliki 20 ribu kata yang harus dikeluarkan setiap hari seperti kata John Gray dalam buku “Man are from mars and women are from venus” dan laki-laki tidak bisa mengerti itu? Apakah laki-laki memang harus masuk ke dalam guanya, dan perempuan tidak bisa mengerti karena menurutnya masuk ke dalam gua tidak menyelesaikan masalah? Mungkin benar mungkin tidak, karena pada dasarnya komunikasi itu seni, tetapi kemudian para intelektual mencoba mencari formulanya dan kemudian memberinya nama: Androgini communication style.

, Sering kita mendengar bahwa fitrahnya (secara alamiah)  laki-laki itu: Rasional, sedikit bicara-banyak kerja, tidak romantis, tidak sensitive, apa adanya, to the point, kaku, harga-diri tinggi, jarang memuji, tidak meminta maaf, kurang empatik. Atau kita mendengar fitrahnya (secara alamiah) perempuan itu: emosional, banyak bicara, romantic, sensitive, tidak to the point, berputar-putar, tidak asertif, tidak tegas, sulit memutuskan sesuatu hal, cengeng, empatik, tidak egois.

Saya tidak sepakat dengan dua terma diatas! Keduanya stigma dan hasil belajar dari kedua-orang tua kita yang jauh dari fleksibilitas dan keluwesan. Inti dari psikologi adalah meningkatkan adaptasi, fleksibilitas dan keluwesan, sebab kekurangan hal ini yang mendorong ketidakseimbangan mental (neurosis).

Dalam beberapa literature, poin pertama disebut komunikasi maskulin, dan poin kedua disebut komunikasi feminine. Dalam beberapa literature penelitian, disebutkan bahwa laki-laki atau perempuan yang mempertahankan gaya komunikasinya (saya memiliki keyakinan ini disebabkan faktor belajar dan samasekali bukan genetic) akan mengalami, neurosis (mudah stress), self esteem rendah, dan cemas (anxientas). Perempuan yang mempertahankan gaya komunikasi femininnya akan cenderung: dependen (tergantung), cemas, merasa tidak mampu, self denial (tidak menerima diri sendiri), sulit mengambil keputusan dan cenderung menghindari resiko.  Sementara laki-laki yang mempertahankan gaya komunikasi maskulinnya akan cenderung untuk: tidak toleran, dominan, kaku, arogan, berkecenderungan untuk mengeksploitasi orang lain dan cenderung melakukan kekerasan (verbal maupun fisik).

Sementara komunikasi Androgini (Andro = laki-laki; Gini = perempuan, dalam bahasa yunani), cenderung fleksibel, percaya diri, kreatif, tenang, lebih tinggi self esteem. Dalam sebuah riset disebutkan bahkan perempuan yang belajar komunikasi androgini lebih caring daripada perempuan dengan gaya komunikasi feminine yang tinggi.

Jadi, Kenapa komunikasi antara suami-istri seringkali dianggap mandek? Menurut saya sih, karena masing-masing pihak mempertahankan gaya komunikasi masing-masing, bukannya mempelajari kekuatan komunikasi pasangannya dan menggunakannya dalam waktu dan konteks yang tepat.

Tepat dalam memahami arti komunikasi, tepat dalam momentum, tepat dalam cara, dan tepat dalam mengambil peran
Komunikasi tidak hanya verbal tetapi juga non verbal. Kenali bahasa non verbal pasangan Anda. Kenali mimic pasangan ketika sedang tidak nyaman: dari tatapan mata, garis bibir, raut wajah, kerutan kening.

Berhati-hati berkomunikasi ketika dalam konteks genting: saat bertengkar, saat sama-sama hectic (sangat sibuk), sakit/tidak enak badan. Konteks atau waktu-waktu diatas adalah waktu yang krusial. Tanyakan bagaimana Anda harus merespon ketika dalam keadaan-keadaan tersebut, tanyakan hal ini pada saat kondisi diatas tidak sedang berlangsung (sedang tenang). Praktikkan pada saat kondisi tersebut berlangsung.
Jika kedua-duanya sibuk, lebih baik kedua-duanya memilih saling menenangkan diri sendiri (biarkan pasangan dengan hobbynya, maka penting punya hobby), daripada saling menuntut untuk meminta ditenangkan. Jika kedua-duanya sakit, lebih baik meminta orang lain (anak, saudara) untuk datang merawat, dan tidak memaksakan diri merawat salah-satu pasangan. Pertengkaran sebenarnya adalah komunikasi, waspadai jika diskusi sudah meruncing pada perdebatan kusir, menyinggung personal, sudah diluar konteks, lebih baik salah-satu diam dan menghindar. Topik bisa diangkat lain waktu.

Ketika pasangan Anda sedang dalam kondisi membutuhkan untuk dibantu (sakit, sedang terlihat sangat sibuk sementara Anda longgar) gunakan gaya feminine yang caring dan empatik. Ketika pasangan Anda dalam kondisi butuh masukan untuk pengambilan keputusan gunakan gaya maskulin untuk membantu pengambilan keputusan (bicarakan resikonya, dan kesediaan Anda untuk menanggung resikonya), Jika pasangan Anda sedang membutuhkan ditinggikan self esteemnya (sedang menghadapi kegagalan, merugi) pujilah karakter dia yang lain (jangan mengada-ada, tapi apa-adanya).

Pada intinya keluwesan itu menjadi penting dalam mempraktikan komunikasi Androgini! Jangan terjebak pada tipuan “fitrah” Anda!  [BersamaDakwah]
Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search