MUI Akan Kawal Terus RUU Sodom

- Januari 22, 2018
ACLU
Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan terus mencermati dan mengawal proses pembahasan RUU KUHP di DPR khususnya yang berkaitan dengan pasal-pasal yang diamanatkan oleh MK untuk dibahas dan ditetapkan oleh DPR bersama-sama dengan Pemerintah sesuai dalam Putusan MK Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016.

Pasal-pasal tersebut adalah pasal 284 tentang  perzinaan, pasal 285 tentang perkosaan dan pasal 292 tentang pencabulan (LGBT).

Sebagaimana diketahui bahwa MK telah memutuskan menolak permohonan uji materi agar MK memberikan perluasan makna dalam pasal perzinaan (Pasal 284), pasal perkosaan (Pasal 285) dan pasal pencabulan atau LGBT (Pasal 292) KUHP dengan alasan Mahkamah tidak memiliki kewenangan untuk merumuskan tindak pidana baru sebab kewenangan tersebut berada di tangan Presiden dan DPR.

"MUI menyesalkan Putusan MK tersebut karena MK tidak berani mengambil terobosan hukum di tengah mendesaknya kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap perlindungan terhadap kejahatan kesusilaan," ungkap Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid dalam siaran persnya pada Senin (22/01).

Zainut berpendapat bahwa berkembangnya prilaku seks bebas tanpa ikatan perkawinan yang sah karena tidak adanya payung hukum yang cukup memadai dan tidak memenuhi unsur dalam pasal perzinaan sebagainana yang diatur dalam KUHP pasal 284.

"Begitu juga maraknya praktik pencabulan terhadap pasangan sejenis baik terhadap anak atau pun orang dewasa karena tidak memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam KUHP pasal 292 tersebut. Hal ini sama halnya membiarkan dan mendorong berkembangnya perilaku lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender (LGBT)," papar Zainut.

Politisi asal Fraksi PPP ini juga mengaku sangat prihatin dengan semakin berkembangnya pemikiran dan budaya hidup sebagian manusia Indonesia yang sekuler, liberal, dan jauh dari nilai-nilai agama dan kesusilaan.

"Hal ini tentu tidak sesuai dengan jati diri bangsa kita yang berdasarkan Pancasila, termasuk sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab," ungkapnya.

Zainut menengarai bahwa dalam pembahasan pasal-pasal RUU KUHP tersebut di atas, DPR mengalami kebuntuan karena tidak adanya kesepahaman fraksi-fraksi dalam memahami pasal-pasal tersebut.

"Ada fraksi yang semangatnya menolak atau tidak setuju dan ada fraksi yang menerima atau setuju dengan perluasan makna pasal-pasal tersebut," pungkasnya.

Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search