Ada "Telur Ayam" di Leher Bu Kho

- Maret 07, 2018
Khoiriyah, wanita asal Sorong Papua merupakan penghuni kelima Rumah Singgah Pasien (RSP) yang dikelola oleh Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) Perwakilan Jawa Timur (Jatim). 

Awal kisah, ketika tahun 2015 lalu, semacam penyakit mulai menjalar di sekitar leher perempuan paruh abad tersebut. Mengetahui hal itu, Ia tak mau ambil pusing karena pikirnya tidak membahayakan. Katanya, sakit yang ia rasakan terkadang muncul dan hilang, naik dan turun, bahkan tidak terasa keberadaannya.

Penyakit yang sempat ia hiraukan tersebut berubah menjadi sebuah gumpalan. Itu yang terjadi pada awal tahun 2017, gumpalan berupa daging itu muncul dan menetap di bawah telinganya yang semula hanya berukuran biji salak, lalu membesar layaknya telur ayam. Merasa terganggu dengan kondisi tersebut, Bu Kho, sapaan wanita paruh baya tersebut, dirinya memilih pengobatan alternatif dengan mengkonsumsi obat-obatan dari Cina. 

“Harganya empat juta per setengah paket. Mahal sekali, Mbak.” begitu yang ia sampaikan kepada Arning Susilawati, salah satu Staff IZI Jatim.

Obat yang dikonsumsinya pun habis, namun benjolan tersebut masih belum juga hilang. Tidak ada perubahan. Lantas setelahnya membuat Bu Kho memilih banyak cara demi menghilangkan penyakit tersebut, dimulai merujuk pada ahli Kesehatan di Rumah Sakit (RS) hingga tukang pijat. Hasilnya tetap nihil, yang justru ukuran benjolannya semakin membesar. Dari semula layaknya sebutir telur hingga membesar bak kepalan tangan orang dewasa. 

“Yang saya alami saat itu membuat saya muntah darah dan kepala serasa ditarik. Tidak kuat rasanya,” lanjutnya bercerita.

Kondisi yang ia alami membuatnya tak leluasa bergerak, terlebih hanya sekedar menoleh kanan kiri, karena mengingat kondisi gumpalan yang terus membengkak. 

Hari demi hari, dari rujukan satu ke selanjutnya, namun tak juga kunjung pulih. Sehingga membuat Bu Kho kembali memeriksakan penyakitnya ke RS rujukan di Sorong. Hasil pemeriksaan oleh Dokter setempat menyatakan, menurutnya kondisi benjolan yang tumbuh disekitar telinga dan leher Bu Kho merupakan tumor ganas. Selanjutnya pihak RS menyarankan Bu Kho agar merujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) di daerah kota besar yang menyediakan fasilitas lengkap. Melihat kondisi tersebut, pihak keluarga memilih RSUP di Surabaya sebagai rujukan pengobatan. Ditemani seorang perawat, Bu Kho berangkat ke Surabaya dengan menggunakan pesawat.

Setibanya di Surabaya pada Agustus 2017 lalu, Bu Kho telah melewati berbagai fase ujian, dari mulai harus membayar tempat singgah selama hampir dua bulan dengan biaya sewa yang tidak murah, kemudian ditipu oleh oknum yang mengatasnamakan perawat dan dokter, belum lagi sempat kehilangan smartphone, hingga kesemuanya tak juga menyelesaikan masalah pada penyakitnya. 

“Saya teledor waktu itu. Kenapa manut saja sama apa yang dikatakan perawat tersebut. Padahal tujuan saya disini mau berobat ke RSUD Dr. Soetomo, bukan kontrol ke tempat lain,” jelas Ibu dari lima anak tersebut.

Selama di Surabaya, bisa dikatakan Bu Kho telah habis-habisan mengeluarkan biaya untuk kesembuhan penyakitnya.

"Ada lah seharga seekor sapi telah saya keluarkan untuk biaya perawatan." Tambah Bu Kho.

Berbagai halangan yang menimpa tidak membuat Bu Kho menyerah, ia terus berusaha agar penyakitnya dapat dipulihkan. Disamping harus lakukan terapi kemo secara berkala, dan juga ia pun harus jalani terapi sinar.

"Hingga bulan Agustus lalu saja, saya sudah enam kali di kemoterapi dan di sinar sebanyak tiga puluh kali." Tuturnya.

Pada suatu waktu, dimana Bu Kho sedang berobat, ia bertemu dengan salah satu warga Sorong yang sama-sama sedang jalani perawatan di RS setempat. Sebutlah Intan, biasa dipanggil dengan Mamak. Mamak menjelaskan keberadaannya selama di Surabaya, Ia bersama keluarganya tinggal di sebuah Rumah Singgah Pasien (RSP) yang tak jauh dari RS. Sebutlah RSP yang diinisiasi oleh sebuah Lembaga Zakat bernama Inisiatif Zakat Indonesia (IZI). Menurutnya, adanya RSP IZI sangat memudahkan para pasien yang sedang jalani perawatan, disamping segala fasilitas pelayanannya gratis, juga membantu pasien untuk fokus pada kesehatannya.

"Adanya RSP IZI ini benar-benar membantu kami. Segala fasilitasnya gratis, pelayanannya pun enak. Dan yang paling penting RSP ini membantu para pasien dhuafa yang berasal dari luar kota maupun luar jawa, jadi tidak harus pergi pulang, cukup fokus pada kondisi kesehatan pasien." Ujar Mamak Intan.  

Bu Kho yang akhirnya menjadi pasien RSP IZI sejak September tahun lalu, hingga kini Ia ditemani oleh salah satu putranya, Hasan.  

“Saya tidak tahu berada di RSP ini sampai kapan. Karena setiap tiga minggu sekali harus jalani kemoterapi. Jadi, saya bersyukur bisa berada di RSP IZI Jatim. Karena bantuannya bisa meringankan biaya tempat tinggal selama di Surabaya,” ucapnya haru.

Hingga akhir Februari lalu, Khoiriyah telah melewati empat kali kemoterapi. Taksiran untuk pulih membutuhkan waktu yang lama. Tentunya hal itu membutuhkan dukungan yang luar biasa dari keluarga. Sebab rindu dengan keluarga seringkali menggelayut di pikiran Bu Kho. 

Kondisi putera dan puterinya yang telah dewasa, silih berganti membantu biaya tambahan selama perawatan Bu Kho. Sedang Sang Suami, sudah tidak diperbolehkan untuk bekerja mengingat usia yang semakin menua, pun pernah mengalami kecelakaan saat kerja. 

“Nanti kalau Hasan dan anak-anak saya sudah punya penghasilan, saya mau jadi donatur IZI. Semoga IZI semakin berkah dan banyak donaturnya. Begitu pun dengan penghuni RSP nya, semoga lekas sembuh dan makin bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah Swt.” Pungkasnya sembari menengadahkan tangan. 

Tulisan:
Arning Susilawati, Ricky Abdurrahman Hafidz.


Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search