Balada Surat Pengantar Nikah

- April 26, 2018
Oleh: Hatta Syamsuddin

Semester 4 perkuliahan di Sudan, saya memantapkan diri untuk segera menikah. Meski tak terbayang dengan siapa dan di mana. Dulu sempat tertulis impian penuh semangat: "Pokoknya nikah sebelum rampung kuliah". Persoalan berapa dan dari mana biayanya, malah nyaris belum terpikirkan sejauh itu.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Maka saat libur semesteran, berbekal selembar surat dari guru ngaji saya di Sudan, saya pulang ke tanah air, tepatnya di Kudus kota kelahiran. Saya pun serahkan surat itu pada salah seorang senior aktifis dakwah di kota tersebut, yang dengan tersenyum entah serius atau bercanda beliau berkomentar: "Wah sepertinya di sini tidak ada yang pas buat antum, kalaupun ada dia seorang janda, antum mau? " He-he-he, sepertinya itu isyarat beliau mempersilakan saya untuk mencoba ikhtiar yang lain.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Masih dengan selembar surat yang sama, saya nebeng bersama sahabat saya naik motor Kudus-Surakarta. Rencana saya waktu itu ke Jogja, Solo hanya transit semata. Surat itu akan saya sampaikan ke teman-teman di Jogja dan berharap ada peluang terbuka. Sejak diterbitkan dari Sudan, memang surat tersebut tujuannya jelas tertulis: Kepada "Lajnah Munakahat" Jogja he-he-he sebagaimana pertanyaan murobbi saya waktu itu tentang kemana surat ini akan ditujukan. Jika kemudian surat tersebut sempat saya berikan ke ikhwah di Kudus di awal, sekadar cari-cari kesempatan siapa tahu yang dekat juga ada he-he-he.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Nah saat transit sehari dua hari di Solo, tepatnya di Pesantren Mahasiswa Arroyan tempat sahabat saya bermukim dan berkhidmat, saya berpikir dan merenung kenapa harus jauh-jauh cari calon di Jogja, sepertinya suasana dakwah di Solo juga oke punya. Sahabat saya itu juga memprovokasi hal yang sama, cukuplah di Solo saja cari jodohnya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Akhirnya selembar surat "pengantar nikah" itu saya titipkan ke sahabat saya, yang segera diberikan kepada Mbak IJ, seniornya di FLP yang segera berkoordinasi dengan suaminya. Lalu dari beliaulah saya menerima biodata calon istri. Kami pun bertukar biodata, dan forum taaruf pun terselenggara dengan cepat dan khidmat.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Satu pekan setelahnya setelah ada sinyal positif, saya menemui abah sang akhwat, lalu sendirian memberanikan diri mengkhitbah putri sulungnya. Dua pekan setelah itu saya dan keluarga datang berkunjung, menanyakan dan menentukan tanggal pernikahan. Sekitar sebulan berikutnya kami menikah. Dan 40 hari setelahnya, kami berpisah jarak dua samudera dan dua benua, melanjutkan perkuliahan merengkuh cita-cita.

Alhamdulillah, 14 tahun pernikahan dengan 5 amanah terindah, hanya puji syukur pada Ilahi yang layak terpanjatkan selalu.

Pesan moralnya: Mblo, luruskan niat dan perjuangkanlah, insya Allah ada jalan. Juga jangan remehkan tempat-tempat transit, bisa jadi di situlah Anda bertemu jodoh Anda dan menghabiskan sisa usia he-he.

Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search