Mengapa Akmal ITJ Dilarang Mengisi Kajian di FISIP UI?

- Mei 03, 2018
Foto: Donny
"Belum lama ini saya dilarang menjadi narasumber di FISIP UI. Sekarang, acara resmi di kementerian dibatalkan tanpa penjelasan. Masihkah Anda mengira lawan bermain fair?"


Kalimat tersebut disampaikan oleh aktivis Indonesia Tanpa JIL (ITJ) Akmal Sjafril melalui cuitan pada 29 April 2018. Ia dilarang mengisi Kajian Seru Tentu Berisi (Kasturi) dengan judul "Feminisme Ala Islam: Ilusi atau Nyata?"yang diadakan oleh Forum Studi Islam (FSI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI). 

Ditemui di kawasan Jl. TB. Simatupang, Jakarta Selatan, Rabu (3/5/2018), Akmal mengatakan dirinya tidak mendapatkan jawaban yang jelas dari pihak Fakultas.  Yang jelas, kata dia, panitia menyampaikan bahwa acara tidak boleh berlanjut jika dirinya yang menjadi narasumbernya. Berjalannya waktu, narasumbernya pun diganti, alhasil acara tetap berjalan, tema diskusi tersebut adalah tentang feminisme. 

"Saya tidak tahu dan tidak bisa memastikan apakah ada keterlibatan dirinya di MK beberapa waktu lalu, yang jelas beberapa kali pemohon judicial review kemarin mendapatkan sambutan yang kurang baik," ungkapnya.

Untuk diketahui, pada medio 2017 lalu Mahkamah Konstitusi menolak judicial review 3 pasal Kesusilaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) -- yang tak lama kemudian ada peristiwa gempa di Pesisir Selatan. Bulan selanjutnya, Januari 2018, Akmal sudah delapan kali presentasi dalam kajian tentang lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), ditambah bonus cerita pengalaman berjuang di MK. 



Tentang kajian di kampus yang sama, Akmal memang sering mengisi jauh sebelum kajian yang kemarin. "Baru kali ini saya ditolak. Tidak ada penjelasan resmi juga dari pihak kampusnya," ungkap penulis Buya Hamka; Antara Kelurusan Aqidah dan Pluralisme itu. 


Ia menyampaikan kritik terhadap kampus yang melarang adanya diskusi terbuka. Yang pertama, Akmal melihat sudah tidak zaman pihak kampus melarang kegiatan mahasiswa apalagi jika acaranya diskusi. 

"Ini bukan setuju tidak setuju. Kalau narasumbernya sependapat semua buat apa ada acara diskusi. Saya mengkritik kampus bahwa mahasiswa itu bukan siswa. Harusnya mahasiswa memiliki martabat yang lebih tinggi dan diperlakukan seperti orang dewasa," kata dia.

Yang kedua, dengan penolakan seperti ini pihak kampus mengajari mahasiswa untuk tidak bersikap etis. Karena tiba-tiba pihak fakultas melarang tanpa penjelasan apa-apa. 

"Saya pada akhirnya kasihan kepada panitianya harus mencari jawaban ke saya. Menurut saya ini pendidikan yang tidak bagus," pungkas Akmal. [@paramuda/BersamaDakwah]



Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search