Hidayah Risdo Matondang: Berganti KTP Tiga Kali Tetap Tertulis Agama Islam, Padahal Dirinya Kristen

- Juni 06, 2018
Dialog seorang Katolik berdebat dengan kiai di Madura, Jawa Timur. Sang penganut Katolik ingin mendebat bahwa Yesus adalah Tuhan.

Sang kiai bertanya, "Kamu modalnya apa?"

"Saya Alkitab, Pak Kiai! Pak Kiai apa modalnya?"

"Alkitab sudah saya hafal di luar kepala!" kata Kiai.

Mulailah mereka berdebat sampai akhirnya setelah 30 hari kemudian sang penganut Katolik minta diislamkan. Ia duduk tersungkur minta diislamkan oleh sang kiai. Sang kiai bilang tak begitu saja bisa mengucapkan kalimat syahadat.

Itu adalah buku yang dibaca oleh pesinetron Risdo Matondang. "Yang bilang Allah itu tiga, itu Paulus. Bukan Yesus ternyata. Saya membaca buku itu seperti dibuka pikiran. Lho selama ini yang saya yakini cuma manusia tho. Yesus cuma manusia!"

Itulah cerita ringkasnya mengapa Risdo Matondang menjadi seorang muslim. Sebelumnya di usia 17 tahun ia mengalami pengalaman unik tepatnya saat memiliki kartu tanda penduduk (KTP). Di kolom agama tertulis Islam padahal dirinya dan keluarga penganut agama Kristen Protestan. Di Kartu Keluarga semua beragama Kristen Protestan.

Kaget melihat KTP pertama jadi, ia lapor ke ibunya. "Lho, agama saya kok Islam, Bu?"

"Lah, kurang ajar nih RT!" respons ibu.

Lalu protes ke RT minta diperbaiki. Begitu jadi tetap saja kolom agamanya Islam. Hingga ketiga kali tetap saja nggak berubah. Akhirnya ibunya menyerah, "Ya udahlah. KTP ini."

Barangkali itu adalah sebuah pertanda bahwa akhirnya ia harus memeluk agama Islam.

Ia besar di keluarga Batak di Medan yang sekitarnya banyak memelihara babi dan tidak pernah mendengar azan sama sekali. Tiba-tiba ia melihat azan di televisi TVRI Medan. Ia kaget dan diakuinya suara itu membuat ia merinding.

Begitu pindah ke Jakarta, ia tiap hari mendengar suara azan. Azan itu menjadi titik awal ia tertarik dengan agama Islam. Kadang ia menirukan di depan kipas angin agar ada getarannya. Keluarga melihatnya dan menjadi bahan tertawaan karena masih kecil.

"Sewaktu masih kafir, saya merasa malu kalau berangkat ke gereja. Padahal sudah pakaian paling rapi dengan membawa Alkitab dan kidung jemaat berisi lagu-lagu. Malunya karena ketemu dengan teman-teman yang muslim. Entah perasaan apa yang membuat malu. Malu saja," katanya beberapa waktu lalu.

Saat mengislamkan diri di Masjid Sunda Kelapa, ia ditanya ustaz sudah bisa sholat atau belum. "Kapan kamu belajar sholatnya?"

Ia ternyata belajar sholat dulu sebelum menyatakan diri sebagai seorang muslim. Buku panduan sholat kerap ia pegang saat awal-awal belajar sholat.

"Begitu menjalani Islam, saya merasa baru punya agama. Ternyata lebih nikmat menjalani Islam," ungkapnya.

Ia masuk Islam tahun 1998. Saat pertama masuk Islam ia langsung mendatangi ibunya, setelah dua bulanan. Ibunya kaget luar biasa.

Ia dianggap masuk Islam karena perempuan. Sejauh suka dengan perempuan ia tidak pernah suka dengan perempuan Kristen. Tidak tertarik.

Pada ibunya ia bilang bukan karena perempuan. Ia bilang dari hati sekalipun putus dengan perempuan tersebut. Padahal dulu ibunya mendoktrin agar Risdo memasukkan pacarnya ke agama Kristen. Murtad. Tiap natalan diajak tapi Risdo diburu rasa bersalah.

Ibu menangis luar biasa ketika tahu dirinya masuk Islam. Melebihi menangis ditinggal bapak. "Kamu tahu, Yesus itu Tuhan, Do. Dia yang menyelamatkan kamu!"

Melihat tangisan ibu, ia tak sedikitpun merasa kasihan. Ia sendiri juga tidak mengerti.

Akhirnya, ibunya mengatakan, "Lima anak saya. Nomor dua sudah saya anggap mati. Kamu sudah saya anggap mati. Keluar kamu dari rumah!" kata ibunya. Risdo adalah anak kedua dari lima bersaudara.

Berjalannya waktu, ibunya paling betah tinggal dengan dirinya dibanding dengan saudara yang lain. [@paramuda/BersamaDakwah]



Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search