IZI |
"Seringkali dengan kondisi saya yang seperti ini, saya merasa cemburu. Apalagi ketika melihat teman-teman di sekeliling rumah yang mampu berjalan kesana kemari sesuka hati," tuturnya.
Selain kondisi yang dialami Abu Bakar, Sang Ibu dan Ayah yang hanya bermata pencaharian sebagai petani hanya cukup untuk penuhi kehidupan keenam anaknya sehari-hari. Hal itu membuat dirinya tak lagi miliki harapan masa depan. Harapan untuk enyam pendidikan pun pupus seketika.
"Dulu, dengan segala kekurangan saya, saya berpikir bahwa Allah tidak adil. Tak lagi berikan harapan hidup pada saya." tambahnya.
Hingga diusia 18 tahun, Abu Bakar hanya mampu membantu kedua orang tuanya di rumah. Kelima kakaknya sebagian besar sudah tak tinggal bersamanya, mereka masing-masing miliki keluarga.
Beberapa waktu kemudian, hadir kabar dari seorang kawan yang mengajak Abu Bakar untuk ikuti sebuah beasiswa. Beasiswa yang ditawarkan adalah program Tahfidzul Qur'an di Jakarta.
Abu Bakar akui dirinya nekat tanpa pikir panjang untuk pergi ke pulau Jawa. Pergi hanya bermodal pakaian sehari-hari. Menjadi kernet angkutan adalah upaya dirinya mengumpulkan uang agar dapat menaiki sebuah kapal yang mengantarkan Abu Bakar ke sebuah tempat di mana ia harus dapatkan beasiswa tersebut.
Sejak 2012 akhir Abu Bakar resmi menjadi santri disebuah Mahad (setara dengan Sekolah Tinggi). Hari-harinya ia habiskan untuk menghafal ayat suci al-Qur'an. Ayat demi ayat ia baca kembali, kemudian ia datangi pembimbing, ia bacakan, jika salah ia perbaiki. Bahkan bila terlambat ada hukuman yang ia terima.
"Aturan di Mahad tersebut harus menyetor hafalan setiap harinya. Jika telat dan tidak setor, kita yang akan dikasih hukuman." ujar Abubakar.
Bertahun-tahun Abu Bakar harus rela tidak hidup bersama keluarga. Meski ungkapnya ia rindu sang Ibu, namu Abu Bakar tegaskan dirinya harus miliki kemampuan di balik kekurangan.
Kalimat itu yang ia tekankan. Seolah Abu Bakar ingin jelaskan bahwa dengan segala kekurangannya, ia masih miliki harapan, dan masih ada manfaat padanya.
Tahun 2017 adalah masa di mana segala doa dan keluh kesah Abu Bakar menjadi nyata. Ia akui menangis sejadi-jadinya atas peraihan gelar Hafidz Qur'an 30 Juz yang ia hafal selama 5 tahun lamanya. Tak lama dari itu, kini Abu Bakar dipercaya menjadi Ketua di sebuah Yayasan yang berlokasi di Sumedang, Jawa Barat. Bahkan, Abu Bakar sudah berhasil cetak ratusan penghafal Qur'an di Jakarta dan Jawa Barat.
"Saya menyesal dan malu dengan perbuatan sendiri, namun Allah masih memberikan yang terbaik untuk saya. Allah ganti kekurangan yang saya miliki dengan kelebihan yang saya sendiri belum percaya. Sejak saat itu, dan sampai kapanpun saya tidak akan pernah menerima imbalan sepeserpun bagi anak-anak yang mau belajar dengan saya."
Dengan hal itulah Abubakar berjuang. Ia berusaha dengan segala keterbatasannya. Bila hidup penuh kesabaran, Allah berikan jalan lain yang tak kita duga sedikitpun.
Oleh sebab itu, melihat kondisi tersebut, LAZNAS Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) bersama Badan Dakwah Islamiyah PT. Petronas salurkan bantuan kaki palsu kepada Abu Bakar pada Kamis (22/3) di Area Perkantoran Gedung Talavera, Jakarta Selatan.
"Saya sangat berterima kasih kepada semua pihak yang dalam diam mereka membantu saya. Dalam hal ini saya khususkan kepada Petronas dan IZI. Semoga Allah menggantikannya dengan yang jauh lebih baik," Abu Bakar memungkasnya. [@paramuda/BersamaDakwah]
Advertisement
EmoticonEmoticon