Hal tersebut terlihat dari surat pernyataan yang tersebar di jejaring sosial Twitter.
Dalam surat itu tertulis delapan pelarangan untuk umat Islam di Jayapura.
"Dari apa yang dikemukakan diatas maka Persekutuan Gereja-Gereja di Kabupaten Jayapura dalam Konferensi pada tanggal 16 Februari 2018 memutuskan beberapa hal yang menjadi sikap Gereja yang perlu diketahui dan dimaklumi oleh semua pihak adalah sebagai berikut:
1. Bunyi Adzan yang selama ini diperdengarkan dari toa kepada halayak umum harus diarahkan kedalam mesjid.
2. Tidak diperkenankan berdaqwa diseluruh tanah Papua secara khusu dikabupaten Jayapura.
3. Siswa-siswi pada sekolah-sekolah negeri tidak menggunakan pakaian seragam/busana yang bernuansa agama tertentu.
4. Tidak boleh ada ruang khusus seperti musolah-musolah, pada fasilitas umum; sekolah, rumah sakit, pasar, terminal, dan kantor-kantor pemerintah.
5. PGJJ akan memproteksi diarea-area perumahan KPR BTN tidak boleh ada pembangunan mesjid-mesjid dan musolah-musolah.
6. Pembangunan rumah-rumah ibadah di Kabupaten Jayapura WAIIB mendapat rekomendasi bersama PGGJ, Pemerintah Daerah dan Pemilik Hak Ulayat sesuai dengan peraturan Pemerintah.
7. Tinggi bangunan rumah ibadah dan menara agama lain tidak boleh melebihi tinggi bangunan gedung Gereja yang ada disekitarnya.
8. Perintah Kabupaten Jayapura dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Jayapura WAHB menyusun RAPERDA tentang Kerukunan Umat Beragama di Kabupaten Jayapura."
Surat pernyataan itu ditandatangani sebanyak 15 pendeta gereja-gereja di sana.
Advertisement
EmoticonEmoticon