Akhir dari Keriuhan "Perempuan Indonesia dan Perempuan Palestina"

- Desember 19, 2017
Ilustrasi: MEMO
Penulis novel Sinta Yudisia baru-baru ini mendapatkan cibiran karena unggahannya di media sosial yang dianggap melukai perempuan Indonesia. Pasalnya ia dinilai "membandingkan" perempuan Indonesia dan perempuan Palestina.

Riuh mendapatkan komentar baik yang suka dan tidak suka, penulis Reem itu segera memberikan klarifikasi dengan judul "Klarifikasi Perempuan Indonesia dan Perempuan Palestina".

----

Alhamdulillah wa syukurillah.

Meski terkaget-kaget dengan respon dan komentar netizen, rasanya berterimakasih sekali dengan sekian banyak japri yang masuk. Teguran, nasehat dan koreksi penuh cinta kasih dari rekan-rekan semua membuat saya seketika tersadar : bahwa salah satu anugerah Allah Swt adalah memiliki teman-teman yang akan meluruskan kita saat berbuat salah.

Status saya tentang Perempuan Indonesia dan Perempuan Palestina, sama sekali tidak bermaksud untuk merendahkan martabat perempuan Indonesia. Bahkan, sepanjang pekan ini saya tengah menyiapkan rumah menerima kehadiran salah satu Perempuan Indonesia paling hebat sejagad : ibu saya. Sehingga saya akan membuat status “Ibuku: Perempuan Limited Edition.”

Berawal dari rasa duka, sedih, dan mungkin keterlibatan emosi yang dalam akan keadaan Palestina; selaku perempuan saya membuat status itu. Rasanya, status itu untuk menohok diri pribadi. Anak saya baru 4, fasilitas mesin cuci-kulkas-pendingin ruangan (terutama air, listrik dan situasi aman yang di Palestina seringkali tak terjamin). Kemana-mana naik kendaraan nyaman (meski masih taksi online). Walau kosmetika saya buatan Indonesia, sempat terpikir ketika tinggal di Seoul 2016 ingin sekali mengkoleksi jajaran kosmetik halal yang ada di dekat masjid Itaewon. Dan, ketika uang menipis karena berbagai kebutuhan; rasa hati gundah gulana.

Saat saya pribadi sebagai perempuan Indonesia sibuk dengan urusan pribadi yang mungkin tak kunjung usai; maka perempuan Palestina berjuang mempertahankan tanah airnya dengan segenap kemampuan yang mengagumkan. Demikian pula, ada banyak perempuan Indonesia yang juga setangguh perempuan Palestina, saya yakin itu. Bila tidak, kita tak akan punya orang-orang seperti bu Risma dan Sri Mulyani. Salah satu perempuan tangguh itu adalah “Ibuku, Limited Edition.”

Jarak diri kita dengan gawai, media sosial, teman-teman di dunia maya terasa begitu dekat namun pada hakekatnya begitu jauh. Saya merasa status saya adalah refleksi diri dan dapat dengan mudah dipahami, pada sebuah media gawai yang begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari. Nyatanya masih banyak teman-teman dunia maya yang jauh dari posisi saya, yang belum tentu memahami dan merasakan apa yang terbersit di benak. Segala sesuatu yang berkelebat di benak dan hati, belum tentu dapat otomatis bijak tertuang di gawai, lalu aman pula menyentuh benak dan hati teman-teman dunia maya.

Sesuatu yang berupa status biasa, boleh jadi menjadi racun yang melukai hati sahabat-sahabat saya di dunia maya.

Sungguh, tak ingin semua terjadi.

Kadang, emosi, cemburu, marah, cinta, jengkel; tiba-tiba menyeruak begitu saja dan jadilah ia sebuah cerita singkat terunggah yang sesungguhnya bukan merupakan oase meneduhkan, namun merupakan minyak yang menyiram.

Kepada para sahabat-sahabat saya yang terluka dan tersinggung, saya minta maaf.

Kepada para sahabat-sahabat yang berusaha membantu memberi klarifikasi, terima kasih. Sebab silaturrahim dan ukhuwah ini telah terjalin demikian lama, dan kita akan terus saling mendoakan dalam kebaikan.

Kepada sahabat-sahabat yang tiada henti menasehati, memberi komentar, memberi masukan, mengkoreksi, menunjukan mana yang salah dan mana yang benar; sungguh, orang-orang seperti kalian adalah guru sejati saya di sekolah kehidupan. [BersamaDakwah]

Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search