Saat itu sedang sholat Isya, gempa merobohkan seluruh isi bangunan, Ustaz Narto Aryad (43) pun ikut terjebak semalaman. Sebelumnya jamaah Masjid Jabalnur di Desa Lading-lading, Lombok Utara, pada Ahad (5/8) malam mengundangnya untuk mengisi ceramah.
Narto menceritakan insiden tak terlupakan sepanjang hidupnya. Pria yang bekerja sebagai guru ngaji itu terjebak di puing bangunan masjid pada Minggu hingga Senin pagi. Saat tertimbun, Narto sudah pasrah.
“Saya mau keluar tapi banyak reruntuhan di luar, saya akhirnya telungkup dekat tiang menghadap utara. Masih hidup saya. Tapi saya ingin saat itu diambil oleh Allah. Saya sangat sedih, karena takut nggak bertemu keluarga lagi,” ujar Narto di tenda pengungsian di Kecamatan Tanjung, Lombok Utara, Rabu (8/8).
Ia hanya bisa pasrah karena terjepit di antara puing bangunan, tidak bisa duduk dan berdiri. Malam itu Narto merasa kedinginan, gelap, kehausan, bahkan sampai buang air kecil di celana.
“Sangat dingin luar biasa, sakit luar biasa, mau kencing, terpaksa saya kencing di sana. Habis basah di dalam pakaian saya. Saya salat dalam keadaan tidur. Saya terus minta tolong pada Allah,” imbuh Narto yang mengenakan baju koko warna cokelat ini.
Sepanjang malam Narto berzikir, berdoa, dan salat malam. Di ruang yang sangat sempit itu, Narto terbayang keluarganya. Gempa susulan juga ia rasakan begitu kuat, namun Narto telah siap dipanggil Allah.
“(Tertimbun) Mengingatkan azab kubur ada. Saya takut malaikat itu datang,” ujarnya.
Narto akhirnya berhasil diselamatkan TNI pada Senin (6/8) sekitar pukul 07.00 WIB. Dibantu TNI, ia merangkak keluar memecahkan puing bangunan yang menghalanginya menggunakan palu.
“Saya minta palu, untuk bisa memecahkan keramik yang menghalangi jalan saya,” ujar Narto.
Pelukan hangat diberikan Narto kepada anggota TNI yang menolongnya setelah sempat menyangka tidak akan bisa keluar dari kepungan puing bangunan.
Ia langsung menemui keluarganya. Keluarga Narto saat itu juga kaget melihat kehadirannya.
“Mereka pikir saya sudah meninggal,” kata Narto seperti dilansir kumparan.
Narto bersama keluarga besarnya mendirikan tenda darurat di Kecamatan Tanjung, Lombok Utara. Narto mengatakan, pengalamannya itu akan dijadikannya sebagai ladang dakwah.
Narto menceritakan insiden tak terlupakan sepanjang hidupnya. Pria yang bekerja sebagai guru ngaji itu terjebak di puing bangunan masjid pada Minggu hingga Senin pagi. Saat tertimbun, Narto sudah pasrah.
“Saya mau keluar tapi banyak reruntuhan di luar, saya akhirnya telungkup dekat tiang menghadap utara. Masih hidup saya. Tapi saya ingin saat itu diambil oleh Allah. Saya sangat sedih, karena takut nggak bertemu keluarga lagi,” ujar Narto di tenda pengungsian di Kecamatan Tanjung, Lombok Utara, Rabu (8/8).
Ia hanya bisa pasrah karena terjepit di antara puing bangunan, tidak bisa duduk dan berdiri. Malam itu Narto merasa kedinginan, gelap, kehausan, bahkan sampai buang air kecil di celana.
“Sangat dingin luar biasa, sakit luar biasa, mau kencing, terpaksa saya kencing di sana. Habis basah di dalam pakaian saya. Saya salat dalam keadaan tidur. Saya terus minta tolong pada Allah,” imbuh Narto yang mengenakan baju koko warna cokelat ini.
Sepanjang malam Narto berzikir, berdoa, dan salat malam. Di ruang yang sangat sempit itu, Narto terbayang keluarganya. Gempa susulan juga ia rasakan begitu kuat, namun Narto telah siap dipanggil Allah.
“(Tertimbun) Mengingatkan azab kubur ada. Saya takut malaikat itu datang,” ujarnya.
Narto akhirnya berhasil diselamatkan TNI pada Senin (6/8) sekitar pukul 07.00 WIB. Dibantu TNI, ia merangkak keluar memecahkan puing bangunan yang menghalanginya menggunakan palu.
“Saya minta palu, untuk bisa memecahkan keramik yang menghalangi jalan saya,” ujar Narto.
Pelukan hangat diberikan Narto kepada anggota TNI yang menolongnya setelah sempat menyangka tidak akan bisa keluar dari kepungan puing bangunan.
Ia langsung menemui keluarganya. Keluarga Narto saat itu juga kaget melihat kehadirannya.
“Mereka pikir saya sudah meninggal,” kata Narto seperti dilansir kumparan.
Narto bersama keluarga besarnya mendirikan tenda darurat di Kecamatan Tanjung, Lombok Utara. Narto mengatakan, pengalamannya itu akan dijadikannya sebagai ladang dakwah.
Advertisement
EmoticonEmoticon