Saat Ibu-Ibu Menjawab dengan Lucu Atas Kebingungan Denny

- Desember 06, 2017
Denny Siregar
Pendukung Syiah Denny Siregar mengaku dirinya bingung dengan bahasan yang dipakai lawan bicaranya di Indonesia Lawyers Club pada Selasa (5/12/2017).

"Yang satu ngomong dengan bahasa politis. Satunya lagi ngomong pake bahasa ayat2. Yang terakhir ngomong pake bahasa science.

Umatnya bingung dan manggut2 menganggap mereka pintar. Padahal apa yang mereka bicarakan sama sekali tidak menyentuh akar masalah.

Jadi, ya kita anggap saja ILC ini ajang cari panggung. Selesai. Bukan ajang yang ingin “menjelaskan” sesuatu dengan bahasa lugas, tegas, terbuka dan apa adanya," katanya melalui jejaring sosial pada Rabu (6/12/2017). 

Alumnus 212 Iramawati Oemar pun tergelitik dengan pernyataan Denny Siregar. Seperti ini tanggapannya:

"Seperti sahabatnya yang sudah lebih dulu ngaku kalau bukan "ustadz", kayaknya lewat tulisan ini dia juga ngaku bahwa doi gak paham omongan di ILC.

Ngomong bahasa politik mungkin dia bingung, ngomong pakai ayat-ayat (Qur'an) apalagi, kagak ngerti! Ngomong bahasa science mungkin juga gak paham. Semua dia bilang gak menyentuh akar masalah.  Lalu akar masalahnya apa Den?!

Soal jumlah yang hadir?! Hahahaaa... Gak penting banget dipersoalkan. Tuh apa kata Prof. Mahfud MD, kalo dibilang hanya puluhan ribu ya ditertawakan! Trus kalo ketahuan pasti berapa jumlah yang hadir, masalah negeri ini selesai, begitu?! 

Atau... Masalahnya soal dana 4M? Lha wong kami membiayai diri sendiri kok. Betul kata Prof. Mahfud "mereka membiayai dirinya sendiri". Yang datang naik pesawat, kereta api dari luar Jabodetabek, carter bus AKAP, semua uang sendiri atau patungan berkelompok. 

Yang sewa hotel juga bayar sendiri. Yang sediakan penginapan di masjid-masjid plus fasilitas juga didanai dari infak jamaah. Yang sumbang makanan untuk acara reuni 212 juga semua ikhlas dari ummat untuk ummat juga. Bahkan yang datang sambil bawa makanan, minuman, buah-buahan se tas kresek gede sengaja buat dibagi-bagikan, juga banyak.

Komunitas empang sulit membayangkan semua itu bisa terwujud. Sebab mereka biasa datang jika semua sudah disiapkan. Sarana transportasi sudah disediakan, penginapan gratis sudah ada, tinggal tidur aja, makanan juga tinggal ambil. Bahkan kalau perlu, kaos pun dibagikan gratis.

Kalaupun toh dananya habis 4M, memangnya kenapa?! Apa artinya kami gak nyumbang korban bencana?! Makanya datang bro, biar tahu bahwa di Monas banyak juga yang memanfaatkan acara Reuni kemarin untuk galang dana kemanusiaan.  Jangan samakan kami dengan komunitas empang. Meski semua kami danai sendiri, masih ada uang untuk disumbangkan. Kami kan bukan orang-orang pelit.

Tuh, apa kata Sujiwo Tejo, hidup ini ya macam-macam, ada bencana dan ada yang tidak. Apa berarti semua harus dialokasikan ke bencana? Kalo begitu logikanya, mending listrik di ruangan ini (lokasi ILC) dimatikan, kasihan yang gak dapat listrik. Lha kemarin ada yang gelar pesta mewah berhari-hari, kok diem aja. Gak dikritisi, bukankah lebih baik disumbangkan ke rakyat miskin. Alasannya karena pakai biaya sendiri. Lho, kami juga pakai biaya sendiri. Kami infakkan uang kami yang halal dengan ikhlas, kok situ yang ngitung?! Hahahahaaa....

Btw, sudahkah dia pertanyakan kepada para "relawan" kenapa mereka belum turun tangan buat bantu korban bencana?!Riil datang ke lokasi bencana, kayak FPI, gitu lho! Hadir ketika masih masa tanggap darurat, ketika kondisi medan masih berat dan sulit ditempuh. Bukan hadir buat selfi sambil nyerahin bingkisan ketika sudah selesai masa recovery. 

Si janda juga, sudahkah pasukannya dimobilisir buat kerja sosial di lokasi bencana? Jangan cuma bisa bubarin pengajian doang." [BersamaDakwah]




Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search