Ilustrasi: Shutterstock |
"Dahulu saya menjadi Romo Suringgih. Mukafaah saya sebulan itu Rp2,5 juta," kata Ida yang kini bernama Abdul Aziz pada beberapa waktu silam.
"Saya lelah dengan janji-janji yang diberikan kepada saya. Saya lelah dengan ritual-ritual yang harus saya lakukan. Ritual dalam agama (Hindu) sangat berat dan aturan-aturan ajaran Hindu sangat mengikat," katanya lagi.
Satu contoh ketika umat Hindu mau makan, atau minum kopi tidak boleh langsung diminum. Dibuang sedikit. Atau kalau mau makan, makanannya ditaruh sedikit. Untuk apa? Dipersembahkan kepada Betara. Betara siapa namanya? Sampai saat ini ia tidak tahu betara siapa. Kalau ditanya umat Islam itu betara namanya betara semut.
Ketika umat Hindu lewat di pembakaran mayat (ngaben) atau lewat di kuburan, biasanya umat Hindu akan klakson kendaraannya dulu. Meski tidak bertemu dengan saudara yang lain. Tujuannya pamit dengan para betara.
Ketika itu ia sering mempengaruhi umat Islam dengan yoga samadhipada. Yoga tidak lain adalah bagian dari kontemplasi yang dilakukan umat Hindu. Samadhipāda adalah kitab yang menjelaskan tentang sifat, tujuan dan bentuk ajaran yoga. Di dalamnya memuat perubahan-perubahan pikiran dan tata cara pelaksanaaan yoga.
Pada suatu malam, ketika bertapa, ia diuji dengan hadirnya ribuan nyamuk ia atasi tersebut dengan mantra-mantra yang ia kuasai. Baginya ketika itu berhasil. Di malam lain, ia ada keinginan ingin bertemu dengan Tuhan, ingin bertemu dengan dewa-dewa. Namun yang ada dia malah mendengar suara takbir. Takbir yang mirip dengan takbir pada Idul Fitri dan Idul Adha. Sayangnya, pada saat itu bukan sedang perayaan Id atau Hari Raya Umat Islam. Lalu dari mana suara itu?
Ia heran, padahal dirinya sedang mempersiapkan diri untuk memerangi pemikiran orang Islam. Ia pun serang suara takbir tersebut dengan mantra-mantra. Semakin lama bukan menghilang malah suara takbir makin kuat. Ia tidak termakan begitu saja dengan suara takbir. Dirinya masih mengaku ada kesombongan, tidak terpengaruh dengan suara takbir.
Setelah menuntaskan bertapa, ia pun dibolehkan makan meski beberapa sendok. Sorenya ia berkunjung ke rumah bibi yang sudah berislam karena mengikuti suaminya. Di rumah itu ia menemukan buku, di halaman pertama tertulis "Kabira walhamdulillahi katsira..wa subhanallahhi bukratau waasila." Karena tidak bisa membaca Arabnya, ia membaca artinya.
Gemetar dan keluar dingin setelah membacanya. Ia merasakan getaran yang luar biasa dan melihat Islam begitu damai dan menenteramkan. Suara takbir misterius itu apakah pertanda bahwa dirinya harus masuk Islam?
Sepulangnya dari rumah bibi, ia mendatangi seorang ustadz. Ia memutuskan untuk mengucapkan kalimat syahadat yang dituntun oleh seorang ustadz. Keluarganya tidak banyak yang tahu. Setiap kali sholat ia kerap menutup pintu dan mengunci dari dalam. Hingga suatu kali ketika menunaikan sholat Ashar, ia lupa mengunci pintunya. Lalu ketahuan oleh ayahnya.
"Iya ayah, saya sudah memeluk agama Islam," kata Abdul Aziz akhirnya ketika ditanya ayahnya.
"Mau kamu bawa ke mana martabat keluargamu!" kata ayahnya, marah luar biasa.
Abdul Aziz pun disidang oleh pimpinan agama, dan keluarga besarnya. Lalu datang seorang paman di ruang persidangan itu. Ia berharap sang paman akan membela, tapi yang terjadi malah meludahi wajah Abdul Aziz. Perasaan malu berkecamuk dalam dirinya. Sampai di rumah ia pun dimarahi oleh ayah ibu dan kelima saudaranya.
"Kalau kamu tetap mempermalukan keluargamu (dengan cara masuk agama Islam), maka kamu nanti akan aku bunuh!" kata pamannya pada suatu hari lagi.
Abdul Aziz menganggap itu gertakan namun ternyata adalah pernyataan yang benar dari pamannya. Kejadiannya ketika dirinya di rumah sendirian.
"Saya disergap dari belakang. Tangan saya diikat. Leher saya sudah mau digorok," katanya. Ketika pisau sudah menempel di lehernya, ia sudah sangat kritis dan tidak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya mampu memanjatkan tugas.
Doa penuh kepasrahan itu terkabul. Ayahnya yang pergi kembali lagi ke rumah. Ia berteriak melihat anaknya mau dibunuh. Ayahnya pun berteriak dengan sang paman. Paman tersebut akhirnya kalah dan pulang, Abdul Aziz dibebaskan dari cengkeraman jahat sang paman.
"Kenapa kamu memeluk agama Islam? Kenapa kamu meninggalkan agama nenek moyang?" kata sang ayah.
Ia berkisah tentang pertapaannya tujuh hari tujuh malam tanpa makan, ia mendapatkan banyak cobaan. Namun di hari terakhir pertapaan ia mendengarkan suara takbir. Padahal ia sudah mencoba mengusir suara takbir tersebut dengan mantra-mantra, tapi ternyata tidak menghasilkan apa-apa.
Mendengar kisah tersebut ayahnya berlinang airmata. Ayahnya mengaku hanya kuat berpuasa tiga hari tiga malam. Namun anaknya kuat puasa tujuh hari tujuh malam demi mencari kebenaran serta kekuatan supranatural dari Sang Hyang Widi.
"Bagaimana mungkin selama itu kamu malah memeluk agama Islam?"
Abdul Aziz menjelaskan tentang bagaimana jika orang non-Hindu ketika masuk agama Hindu harus membaca "om swastiastu dst", menyiapkan sesajen, permohonan tirta dan mengadakan selametan baru seseorang boleh masuk agama Hindu. "Tapi kalau ayah masuk agama Islam, ayah cukup membaca kalimat syahadat. Ayah sudah masuk Islam," ungkapnya.
Alhamdulillah, ayahnya diberikan hidayah oleh Allah SWT dan masuk agama Islam yang disyahadatkan oleh anaknya. Hingga akhir hayat, ayahnya meninggal dalam keadaan Islam. Berjalannya waktu, lambat laun saudara-saudaranya pun masuk agama Islam. [Paramuda/BersamaDakwah]
Advertisement
EmoticonEmoticon