Mengharukan, Dosen ke Pesantren Ciamis 'Anak Bawah Usia Diam-diam Nyusul Aksi 212'

- Desember 11, 2016
Dok: Maimon Herawati

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran Maimon Herawati berbagi kisah kunjungannya ke pesantren Ciamis. Pesantren dimana para santrinya dan para kiainya melakukan aksi jalan kaki menuju Jakarta untuk membela agama melalui Aksi Bela Islam di Monumen Nasional (Monas) Jakarta, Jumat (2/12/2016).

Maimon, begitu ia akrab disapa, belajar perjuangan dari santri Ciamis. Ia ingin cerita panjang. 

"Bertemu dengan remaja mujahid ini, mereka awalnya malu-malu dan sulit ditanya," aku Maimon, Ahad (11/12/2016)


Akhirnya ia bisa juga bertemu dengan salah seorang santri. Yusuf namanya. Yusuf merasakan lelah dalam perjalanan menuju Jakarta dengan jalan kaki.

"Lelah dan pegal mah ada, tapi saat menyaksikan sambutan masyarakat yang mencengangkan, ada rasa luar biasa yang tidak terkatakan dan memberikan kekuatan untuk terus jalan," aku Yusuf kepada Maimon.

Mereka, mujahid Ciamis, tidak ada sedikit pun keinginan untuk kembali. Akan tetapi di Jakarta, rombongan santri mengalami kesulitan masuk Monas. 

"Mereka sempat mau sholat di salah satu BUMN saja. Ada yang punya ide untuk menulis di karton, 'Kami Santri Ciamis'," kata Maimon.

Begitu masyarakat melihat para mujahid Ciamis, jamaah membukakan jalan. Mereka menyambut santri dengan nasyid 'Thala'al Badru', nasyid masyarakat Madinah menyambut Baginda Rasulullah SAW.

Lain lagi dengan Yogi, salah satu santri. Ia menuturkan betapa saat itu semua mengharukan. 

"Di dunia saja, begitu luar biasa sambutan karena Allah....apalagi nanti," katanya.

Sementara itu Ustadz Nonop mengatakan bahwa Allah lah yang berperan dalam aksi ini semua.

Awal dibukanya wacana jalan kaki ke Jakarta, katanya, begitu banyak yang ingin ikut sehingga harua diseleksi. Santri usia di bawah 15 tahun belum diizinkan ikut. Seperti sahabat Nabi yang berjinjit supaya nampak dewasa hingga tidak dilarang ikut perang, merekapun juga kecewa saat ditolak ikut berangkat ke Jakarta.

"Diam diam, mereka menyusul dari belakang dan memaksa bergabung dengan rombongan utama," akunya.

Pesantren itu Miftahul Huda, memiliki 2000 santri.  [Paramuda/BersamaDakwah]


Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search