Ketika Agnes Ikuti Aksi Damai 55

- Mei 15, 2017


Pada tanggal tersebut saya bergabung bersama sebagian besar umat Islam dalam aksi damai 55. Kami berenam yaitu saya, Lius Shungkarisma, Eddie Kusuma, Rahma, Agung dan Martin  berjalan dari Juanda ke Masjid Istiqal. Begitu banyak umat yang berada disana dan rencananya kami semua akan menuju gedung Mahkamah Agung tetapi jalan kesana ditutup oleh aparat keamanan dan hanya perwakilan saja yang bisa berada disana.

Seluruh umat yang berada disana sebenarnya melakukan aksi damai untuk menyuarakan aspirasi yang sama yaitu penegakan hukum terhadap terdakwa Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok dengan tuduhan penistaan agama. Umat Islam mengawal terus kasus ini sampai dengan vonis keputusan hakim pada tanggal 9 Mei 2017 dimana kasus ini tidak boleh diintervensi oleh penguasa sehingga penista agama bisa bebas.

Isu isu oleh kelompok pro Ahok terus didengungkan bahwa ada kelompok radikal yang ingin memaksakan kehendak, yang tidak Pancasilais, yang tidak mendukung NKRI, yang tidak menghormati Bhineka Tunggal Ika, yang menyulut SARA  dan lain lain.

Kenyataannya  yang terjadi di lapangan pada saat kami, warga minoritas, beragama Kristen dan Budha turun ke jalan, tidak ada satupun umat Islam  dari sekian ribu orang yang berpapasan dengan kami berantipati tetapi justru sebaliknya mereka mengucapkan terima kasih. Kalau mereka tidak suka kepada orang Kristen dan Tionghoa tentu tidak akan mungkin mereka menyapa kami dan orang berduyun duyun ingin berfoto bersama Lius Shungkarisma. Saya betul betul terharu selama beberapa jam semua orang yang kami jumpai menyapa Lius, bahkan orang yang sedang naik motor, naik mobil berhenti sesaat dan menyalami Lius. Ternyata umat Islam sangat toleran, ternyata tidak benar apa yang difitnahkan oleh kelompok pro Ahok bahwa FPI,  HTI membenci kafir. Tidak benar sama sekali….

Aksi damai yang katanya berjilid jilid mulai dari 411, 212, 112, 313, 411, 55 semuanya dilakukan dengan super damai, tidak ada kerusuhan, tidak ada pengrusakan apapun dan atas komando Habib Riziek semuanya berjalan tertib. Luar biasa…

Tanggal 9 Mei 2017, vonis terhadap Ahok sudah diputuskan bahwa terdakwa dipenjara 2 tahun.  Ahokers tidak terima, berdemolah mereka di LP Cipinang bahkan merusak pagar dan berusaha merobohkan pagar tersebut. Massa semakin beringas dan ganas, ada pula yang menangis histeris. Tuntutannya adalah Ahok menjadi tahanan kota bahkan meminta pembebasan si penista agama. Dalam 3 hari kemudian drama tersebut terus berlangsung bahkan pada hari suci Waisak yang seharusnya tidak boleh ada demo, mereka abaikan. Marwah keputusan hakim yang secara legal sudah diputuskan dilawan oleh ahokers, bahkan Djarot , plt Gubernur DKI sekarang ikut meminta ahok menjadi tahanan kota. Menteri Yasona Laoli sebagai menteri menhukham dan kawan kawan berbondong-bondong menengok Ahok hari itu juga.

Ada apa dengan negeri ini? Para penguasa selalu bersuara lantang, koruptor harus dihukum, hukum harus ditegakkan, NKRI harus utuh, Pancasila dan UUD 45 sebagai dasar negara harus dilindungi tetapi yang mereka pertontonkan adalah sebaliknya. Mereka tidak patuh hukum, mereka membiarkan korupsi semakin merajalela bahkan Novel Baswedan menjadi korban dan sampai sekarang polisi tidak bisa mengungkap siapa pelakunya. Rakyat dibiarkan terpecah dan terbelah dan perpecahan menjadi semakin meruncing. Mencari kambing hitam yaitu umat Islam yang diwakili oleh FPI dan ormas lainnya bahwa mereka anti Pancasila.

Saat ini kita semua mengelus dada…..prihatin….

Dalam keadaan seperti ini yang seharusnya mereka legowo atas keputusan hakim, mereka malah menggalang kekisruhan dimana-mana. Pengiriman karangan bunga yang jelas jelas sampah, menyalakan lilin karena katanya Ahok adalah terang dunia. Astaga….

Padahal semakin banyak lilin yang dinyalakan akan semakin besar api yang ditimbulkan. Api yang besar bisa membuat kebakaran dan kebakaran akan sulit dipadamkan. Itu adalah kiasan bahwa penyalaan lilin secara besar besaran semakin mengundang sikap antipati, semakin memperuncing kondisi dalam masyarakat yang seharusnya setelah Ahok kalah dalam Pilkada, kemudian akibat kesalahan dan dosanya bahwa dia dihukum 2 tahun maka warga DKI atau masyarakat Indonesia harusnya memulai rekonsiliasi untuk kepentingan bangsa ini ke depan.

Ada sebab ada akibat. Sebab dari mulut kotornya Ahok maka akibatnya adalah hukuman penjara. Ini sudah cukup menjadi pelajaran bagi semua orang. Seharusnya janganlah ada keributan terus menerus yang akan menguras energi tenaga dan pikiran bangsa ini.

Kepada Ahokers, hentikan semua hiruk pikuk yang mengancam keutuhan bangsa ini dan mulailah kembali bekerja, bekerja dan bekerja sesuai dengan slogan Presiden Jokowi yang kalian banggakan . You are not deserved to sacrifice your whole energy just only for Ahok. Ada banyak yang harus kita pikirkan untuk membangun bangsa dan negara ini.

Salam Indonesia Raya,
Agnes Marcellina
Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search