Deddy Mizwar: Jadikan Pilkada Pesta Demokrasi Bukan Pemecah Belah

- November 28, 2017
Deddy Mizwar
Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar (Demiz) menjadi pembicara dalam expert meeting "Menyongsong Pilkada Serentak yang Berkualitas di Lumbung Suara. Kegiatan ini digelar oleh Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Lipi) di Ruang Seminar Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) Lantai 2, Jl. Jenderal Gatot Subroto No. 10, Jakarta, Senin (27/11/17). Dalam paparannya, Demiz ingin Pilkada menjadi momentum untuk pesta demokrasi rakyat, bukan pemecah belah masyarakat. "Bahkan sekarang terjadi polarisasi peristiwa Jakarta (Pilkada) ke Jawa Barat. Ini tidak bisa dipingkuri," kata Demiz saat menjadi pembicara dalam Expert Meeting "Menyongsong Pilkada Serentak yang Berkualitas di Lumbung Suara" di Ruang Seminar Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) Lantai 2 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Lipi), Jl. Jenderal Gatot Subroto No. 10, Jakarta, Senin (27/11/17). Menurut Demiz, tidak ada upaya dari para elit politik untuk meredam konflik dampak Pilkada tersebut. Demiz menilai partai politik (parpol) belum mampu membudidayakan berpolitik dengan baik. Selain itu, politik transaksional juga masih marak terjadi antara parpol atau kontestan Pilkada dengan masyarakat atau pengusaha. Untuk itu, pada kesempatan ini Demiz mengajak kepada semua pihak agar menjadikan Pilkada sebagai ajang pesta demokrasi melalui kemeriahan politik yang santun dan damai. Pilkada harus mencerminkan bahwa perjalanan demokrasi bangsa ini semakin maju, sehat, dan berkualitas. "Ketika kampanye tahun 2013 lalu saya pernah mengatakan bahwa Pilkada ini, Pemilihan Gubenur ini tidak terlalu penting dalam hidup kita karena tidak berpengaruh secara langsung untuk kalian masuk surga atau neraka. Yang penting itu bagaimana menjalin silaturahim diantara kalian dalam Pilkada ini dan itu langsung berhubungan langsung dengan kalian masuk surga atau neraka," ujar Demiz dalam expert meeting tersebut. "Saya kira kita harus melihat ini (Pilkada) betul-betul pesta demokrasi, enjoy. Bukan menciptakan perpecahan dalam masyarakat, apalagi seperti (Pilkada) Jakarta kemarin, saling hujat di zaman era teknologi seperti ini. Ini bukan contoh yang baik. Jawa Barat semestinya menjadi tolok ukur yang baik ke depan," harapnya. Dalam paparannya di hadapan para peneliti senior LIPI, Demiz mengambil judul "Menyongsong Pilkada Jawa Barat yang Berkualitas". Kualitas demokrasi di zaman now, sebut Demiz, bisa dilihat dari beberapa hal, yang dia sadur dari karya tukis "Keadilan Pemilu (Towards an International Statement of Principles of Electoral Justice, Accra, Ghana, 15 September 2011). Diantaranya: Integritas yang tinggi dari lembaga penyelenggara; Partisipasi publik tinggi; Berdasarkan hukum yang berkepastian tinggi; Imparsial (netral/tidak memihak) dan adil; Profesional dan independen; Transparan; Tepat waktu sesuai dengan rencana; Tanpa kekerasan atau bebas dari ancaman dan kekerasan; Teratur; dan Peserta pemilu menerima wajar kalah atau menang. "Dalam konteks Indonesia, sudah ada acuannya, yaitu prinsip-prinsip Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil," ungkap Demiz. Untuk itu, kata Demiz, ada beberapa tolok ukur sosial dalam menentukan kualitas pemilu demokratis yang berkualitas, yaitu: Mempromosikan budaya politik adiluhung dari level elit politik nasional hingga lokal; Masyarakat makin dewasa dalam perbedaan politik dalam demokrasi; Menghilangkan semua potensi keterpecahbelahan masyarakat selama dan setelah pilkada berlangsung; dan Menghilangkan budaya politik transaksional.


Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search