Republika. |
Fitri Nur Eka Rahmawati, berbeda pandangan. Mahasiswi kampus yang sama itu setuju dengan larangan penggunaan cadar. Ia menilai rektor memiliki alasan yang kuat untuk tidak bercadar di dalam kampus.
"Juga perbedaan negara di Indonesia dan di Arab. Di Arab tingkat kejahatannya itu tinggi daripada di Indonesia," kata dia di Yogyakarta, Kamis (1/3/2018).
Menanggapi pelarangan memakai cadar bagi civitas akademi di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Anggota DPR RI Dapil DIY, Sukamta memandang Perguruan Tinggi sebagai lembaga akademis perlu mengedepankan sikap yang bijak dan dialogis, bukan cara-cara yang arogan. Apalagi soal keyakinan beragama dijamin oleh UUD 1945 dan menjadi bagian paling dasar dalam Hak Asasi Manusia.
"Saya tidak berharap ini menjadi polemik yang berkepanjangan dan menjadi isu memanas di tahun politik. Saya kira akan baik jika Rektor bisa mencabut segera pelarangan tersebut. Sudah banyak pihak menanggapi dan menganggap pelarangan tersebut tidak bijak," jelas Sukamta.
Lebih lanjut, ia berharap penggunaan cadar untuk tidak dikaitkan dengan radikalisme, karena ini lebih terkait perbedaan pandangan fiqih dalam berbusana bagi muslimah sesuai syariat Islam.
"Saya kira yang terpenting dikembangkan saling menghormati perbedaan, termasuk di dalamnya menjauhi sikap eksklusif. Ini tentu berlaku bagi pemeluk agama apapun," ungkap Sukamta dalam laman resmi partainya.
Sekretaris Fraksi PKS DPR RI mengharapkan kejadian pelarangan seperti ini tidak terulang lagi di kampus. Menurutnya yang mau taat beragama seharusnya malah dapat apresiasi karena hal ini mendukung pengembangan moral agama dan pendidikan yang berkarakter.
Kita tentu juga tahu, ada perbedaan pandangan dalam penggunaan cadar dalam Islam. Ada yang menilai wajib dan ada yang menganggap tidak wajib. Namun melarangnya, apalagi di kampus berlabel Islam, tentu hanya mengubah wajah kampus seperti generasi micin. Labil dan kadang-kadang tak ada logika. [BersamaDakwah]
Advertisement
EmoticonEmoticon