Oleh: Syamsul
Alhamdulillah, saya sudah nonton video lengkap wawancara MSI, di acara yang di asuh Rosi, seorang presenter Kompas TV yang tayang pada malam Sabtu yang lalu. Durasinya sekitar 70 menit lebih, tapi sesi wawancara Presiden PKS itu skitar 29 menit, sisanya adalah wawancara dengan Romi, Ketum PPP.
Kesan saya, pertama-tama saya menyampaikan Hormat yang setinggi2nya kpda MSI, selaku presiden PKS. Beliau telah menunjukkan kapasitasnya sebagai leader, punya prinsif dan visioner. Pilihan diksi yang digunakan sangat hati-hati, tidak asal bunyi, tidak juga berapi-api. Sosoknya tenang, santun, kalem, namun tegas dalam beberapa hal yang prinsif.
Rosi, dengan Kompas TV-nya, kita kenal, selama ini mirip Najwa Shihab. Suara mereka rata-rata condong ke Istana. Karena itu, jika kita menonton video lengkapnya, yang terbagi pada dua sesi itu, kita akan dapatkan dua tema menarik; Sesi pertama Rosi mencoba mengeksplorasi keseriusan PKS berkoalisi dengan Gerindra, dan Sesi kedua, Rosi mencoba memancing MSI untuk masuk pada frame yang ingin dibentuk.
Sesi pertama, MSI berhasil menjawab keraguan banyak pihak terkait komitmen PKS yang ingin mengusung Capres/Cawapres non-Istana. Issue yang dikembangkan belakangan, PKS malu-malu merapat ke Istana. Namun, MSI dengan tegas membatah ini.
Kata MSI, jika semua Parpol merapat ke Istana, lalu pada Pemilu 2019 nanti, Jokowi melawan kotak kosong, apa kata dunia? Ini pretensi buruk untuk perkembangan demokrasi ke depan. Karenanya, kata MSI, PKS sangat serius melawan Jokowi.
Bukti keseriusan ini, PKS mengorbitkan 9 Kader terbaiknya sebagai penantang Jokowi. Keseriusan PKS juga dibuktikan dengan komitmen tetap membersamai Gerindra, lalu mendesain model koalisi di beberapa Pilkada yang dianggap sangat Strategis. Misalnya, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara dan beberapa daerah lain. PKS dan Gerindra, tetap bersama-sama.
Meski demikian, Ia tidak menampik, pihak istana mencoba membangun komunikasi dengan pimpinan PKS, agar bergabung bersama gerbong koalisi pengusung Jokowi. Namun sejauh ini, menurut MSI, mitra Koalisi yang paling mungkin dan paling rasional bagi PKS adalah Gerindra. Dua partai ini telah membangun kebersamaan yang cukup lama dan menjadi sekutu. Bahkan, tidak hanya menjadi sekutu, tapi sudah menjadi segajah.
Ketika ditanya oleh Rosi, dan seorang Pemirsa Kompas TV, hati PKS saat ini condong kemana? Lagi-lagi MSI menegaskan, PKS komitmen dengan Gerindra. Clear!!
Lalu, di sesi kedua, Rosi mencoba memancing, menggiring MSI untuk masuk ke dalam sangkar. Belasan pertanyaan dilontarkan, termasuk issue negatif yang mengotori muka Jokowi. Mulai dari issue PKI, Asing sampe Aseng. Tapi, muaranya sama, bagaimana muka Pak Jokowi bersih, meski dengan menggunakan tangan MSI.
Rosi cerdik, Ia mencoba membongkar memori lama yang sudah mengendap. Memori yang berisi cerita indah, saat PKS bersama Jokowi, di Pilkada Solo. Namun, Rosi lupa mengontrol ucapannya. Pilihan diksinya keliru," Bagaimana bisa sejarah yang begitu indah di masa lalu, kini berubah menjadi kebencian....?"
Benci...?
Rupanya, MSI tidak begitu suka dengan diksi yang dipilih Rosi. Ia kemudian meluruskan, PKS dan kadernya tidak pernah membenci Jokowi, tidak pula menebar kebencian. Tidak suka Jokowi, mungkin saja. Tapi, tidak suka tidaklah sama dengan benci. Itu sama sekali berbeda.
MSI mencoba meluruskan Rosi, kegaduhan yang terjadi sekarang, bukan karena kebencian. Tapi, akumulasi dari ketidaksukaan.
Pertanyaannya, dari mana kegaduhan berasal? MSI dengan tegas menjawab, kegaduhan itu justru datang dari istana. Istanalah yang kerap memproduksi kegaduhan, melalui kebijakannya dan lain sebagainya.
Menurut MSI, dirinya tidak pernah merestui kader PKS membenci siapapun. PKS mewanti2 kadernya agar berlaku santun, tidak ikut dalam penyebaran hoaks dan ujaran kebencian. Bahkan, ia memerintahkan kadernya, jika mereka tidak tahan dengan berbagai ujaran negatif di sosial media, lebih baik tidak usah main Sosmed.
Kader PKS, kata MSI, tidak pernah terlibat menyebar ujaran kebencian, seperti yang dituduhkan sebagian kalangan. Kader PKS itu, meskipun memiliki preferensi yang berbeda soal Calon yang disukai dan tidak disukai, namun, ketika realitas politik menghendaki PKS harus bersama pak Jokowi misalnya, menurut MSI, mereka akan tetap ikut. Tapi ia menegaskan Ia tidak suka jika dibilang kader PKS menebar kebencian.
Sampai disini, banyak yang gagal faham. Para oposan MSI, memotong durasi video wancaranya yang bagus itu untuk menggiring opini publik, bahwa PKS dan MSI mendukung Jokowi. Seperti biasa, bumbu-bumbu dibuat, ditabur dan disajikan di hadapan publik. Mereka seperti buaya yang kelaparan, kemudian melihat potongan daging, lalu disergapnya dengan lahap. Ya kita maklumi saja, mungkin mereka mulai lapar.
Secara keseluruhan, pada wawancara itu, MSI berhasil menunjukkan kapasitasnya. Ia berhasil keluar dari perangkap, meski tangannya digiring untuk membasuh wajah kusam Sang paduka. MSI yang kita saksikan, tak seperti yang mereka ceritakan.
Silakan saja berimajinasi, PKS merapat ke Jokowi. Tapi, MSI telah meyakinkan kami, dengan visinya, dengan komitmennya, dengan ijtihadnya, bahwa Presiden yang sekarang layak diganti. Sekarang terserah anda. Tonton aja videonya. Sekian.
Alhamdulillah, saya sudah nonton video lengkap wawancara MSI, di acara yang di asuh Rosi, seorang presenter Kompas TV yang tayang pada malam Sabtu yang lalu. Durasinya sekitar 70 menit lebih, tapi sesi wawancara Presiden PKS itu skitar 29 menit, sisanya adalah wawancara dengan Romi, Ketum PPP.
Kesan saya, pertama-tama saya menyampaikan Hormat yang setinggi2nya kpda MSI, selaku presiden PKS. Beliau telah menunjukkan kapasitasnya sebagai leader, punya prinsif dan visioner. Pilihan diksi yang digunakan sangat hati-hati, tidak asal bunyi, tidak juga berapi-api. Sosoknya tenang, santun, kalem, namun tegas dalam beberapa hal yang prinsif.
Rosi, dengan Kompas TV-nya, kita kenal, selama ini mirip Najwa Shihab. Suara mereka rata-rata condong ke Istana. Karena itu, jika kita menonton video lengkapnya, yang terbagi pada dua sesi itu, kita akan dapatkan dua tema menarik; Sesi pertama Rosi mencoba mengeksplorasi keseriusan PKS berkoalisi dengan Gerindra, dan Sesi kedua, Rosi mencoba memancing MSI untuk masuk pada frame yang ingin dibentuk.
Sesi pertama, MSI berhasil menjawab keraguan banyak pihak terkait komitmen PKS yang ingin mengusung Capres/Cawapres non-Istana. Issue yang dikembangkan belakangan, PKS malu-malu merapat ke Istana. Namun, MSI dengan tegas membatah ini.
Kata MSI, jika semua Parpol merapat ke Istana, lalu pada Pemilu 2019 nanti, Jokowi melawan kotak kosong, apa kata dunia? Ini pretensi buruk untuk perkembangan demokrasi ke depan. Karenanya, kata MSI, PKS sangat serius melawan Jokowi.
Bukti keseriusan ini, PKS mengorbitkan 9 Kader terbaiknya sebagai penantang Jokowi. Keseriusan PKS juga dibuktikan dengan komitmen tetap membersamai Gerindra, lalu mendesain model koalisi di beberapa Pilkada yang dianggap sangat Strategis. Misalnya, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara dan beberapa daerah lain. PKS dan Gerindra, tetap bersama-sama.
Meski demikian, Ia tidak menampik, pihak istana mencoba membangun komunikasi dengan pimpinan PKS, agar bergabung bersama gerbong koalisi pengusung Jokowi. Namun sejauh ini, menurut MSI, mitra Koalisi yang paling mungkin dan paling rasional bagi PKS adalah Gerindra. Dua partai ini telah membangun kebersamaan yang cukup lama dan menjadi sekutu. Bahkan, tidak hanya menjadi sekutu, tapi sudah menjadi segajah.
Ketika ditanya oleh Rosi, dan seorang Pemirsa Kompas TV, hati PKS saat ini condong kemana? Lagi-lagi MSI menegaskan, PKS komitmen dengan Gerindra. Clear!!
Lalu, di sesi kedua, Rosi mencoba memancing, menggiring MSI untuk masuk ke dalam sangkar. Belasan pertanyaan dilontarkan, termasuk issue negatif yang mengotori muka Jokowi. Mulai dari issue PKI, Asing sampe Aseng. Tapi, muaranya sama, bagaimana muka Pak Jokowi bersih, meski dengan menggunakan tangan MSI.
Rosi cerdik, Ia mencoba membongkar memori lama yang sudah mengendap. Memori yang berisi cerita indah, saat PKS bersama Jokowi, di Pilkada Solo. Namun, Rosi lupa mengontrol ucapannya. Pilihan diksinya keliru," Bagaimana bisa sejarah yang begitu indah di masa lalu, kini berubah menjadi kebencian....?"
Benci...?
Rupanya, MSI tidak begitu suka dengan diksi yang dipilih Rosi. Ia kemudian meluruskan, PKS dan kadernya tidak pernah membenci Jokowi, tidak pula menebar kebencian. Tidak suka Jokowi, mungkin saja. Tapi, tidak suka tidaklah sama dengan benci. Itu sama sekali berbeda.
MSI mencoba meluruskan Rosi, kegaduhan yang terjadi sekarang, bukan karena kebencian. Tapi, akumulasi dari ketidaksukaan.
Pertanyaannya, dari mana kegaduhan berasal? MSI dengan tegas menjawab, kegaduhan itu justru datang dari istana. Istanalah yang kerap memproduksi kegaduhan, melalui kebijakannya dan lain sebagainya.
Menurut MSI, dirinya tidak pernah merestui kader PKS membenci siapapun. PKS mewanti2 kadernya agar berlaku santun, tidak ikut dalam penyebaran hoaks dan ujaran kebencian. Bahkan, ia memerintahkan kadernya, jika mereka tidak tahan dengan berbagai ujaran negatif di sosial media, lebih baik tidak usah main Sosmed.
Kader PKS, kata MSI, tidak pernah terlibat menyebar ujaran kebencian, seperti yang dituduhkan sebagian kalangan. Kader PKS itu, meskipun memiliki preferensi yang berbeda soal Calon yang disukai dan tidak disukai, namun, ketika realitas politik menghendaki PKS harus bersama pak Jokowi misalnya, menurut MSI, mereka akan tetap ikut. Tapi ia menegaskan Ia tidak suka jika dibilang kader PKS menebar kebencian.
Sampai disini, banyak yang gagal faham. Para oposan MSI, memotong durasi video wancaranya yang bagus itu untuk menggiring opini publik, bahwa PKS dan MSI mendukung Jokowi. Seperti biasa, bumbu-bumbu dibuat, ditabur dan disajikan di hadapan publik. Mereka seperti buaya yang kelaparan, kemudian melihat potongan daging, lalu disergapnya dengan lahap. Ya kita maklumi saja, mungkin mereka mulai lapar.
Secara keseluruhan, pada wawancara itu, MSI berhasil menunjukkan kapasitasnya. Ia berhasil keluar dari perangkap, meski tangannya digiring untuk membasuh wajah kusam Sang paduka. MSI yang kita saksikan, tak seperti yang mereka ceritakan.
Silakan saja berimajinasi, PKS merapat ke Jokowi. Tapi, MSI telah meyakinkan kami, dengan visinya, dengan komitmennya, dengan ijtihadnya, bahwa Presiden yang sekarang layak diganti. Sekarang terserah anda. Tonton aja videonya. Sekian.
Advertisement
EmoticonEmoticon