Anak Petani: Celengan Kucing Ini Untuk Palestina, Syaikh!

- Juni 07, 2018
Dok: Jefry Akase
Oleh: Jefry Akase


“Sungguh, bukan mereka yang membutuhkan kita, namun justru kitalah yang membutuhkan mereka!”

Wajah jamaah tertunduk, meresapi setiap kata-kata yang diucapkan Syaikh Anwer melalui penerjemahnya.

Sore itu adalah sore terakhir dalam perjalanan agenda safari Ramadhan bersama ulama Palestina yang diadakan Sadaqa Mulia dan Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Tolitoli.

Hujan deras masih mengguyur halaman Masjid Darul Hijrah desa Tinigi, sebuah desa kecil di pelosok Tolitoli sebagian besar jamaah masjid duduk penuh takzim menyimak kajian Ashar hari itu.

Namun berbeda dengan seorang gadis kecil, dengan wajah mungil yang penuh semangat. Dari barisan shaf perempuan, dia berjalan cepat menuju ke depan berusaha menerobos shaf jamaah laki-laki agar bisa lebih dekat dengan sang Syaikh.

“Sebentar, Dik” ucap salah satu jamaah menahannya. “Kalau mau cium tangan atau mau foto bareng, sebentar selesai Syaikh ceramah baru bisa,” lanjutnya lagi sambil tersenyum.

Wajah anak itu tertunduk, mencoba duduk kembali sembari memegang sesuatu yang sedari tadi dipeluk erat di dalam kerudung mukena birunya.

“Kelak di akhirat nanti...” Syaikh anwer melanjutkan kajiannya. “Ketika Allah bertanya; apakah yang telah kau berikan untuk menjaga masjid suciKu, Masjid al-Aqsa?" lanjutnya.

“Para penduduk Palestina itu sudah mempunyai jawaban yang pasti; Kami telah korbankan jiwa kami, harta kami, rumah kami, keluarga kami, sampai nyawa kami utk menjaganya!" lanjut Syaikh Anwer sambil menahan haru.

Suasana semakin syahdu, hujan di luar mulai reda menyisakan gerimis yang masih menari bersama alunan suara kodok, merdu menyenandungkan tasbih pada Penciptanya.

“Tahukah antum sekalian,” ucap syaikh, “Bahkan penduduk Palestina itu berkata; kami di sini siap untuk mewakili kewajiban setiap umat muslim di seluruh dunia untuk menjadi martil demi menjaga Masjid al-Aqsa dan kota suci Palestina!”

Jamaah tertunduk haru, sebagian mulai membasuh matanya yang mulai berkaca-kaca. Seperti ada perasaan rindu, ada perasaan menyesal, ada semangat yang tengah berkecamuk dalam dada. Semua bercampur menjadi satu membayangkan wajah-wajah teduh warga Kota Suci itu..

“Lalu bagaimana dengan antum sekalian di sini, wahai saudaraku?" Bergetar, Syaikh Anwer bertanya pada jamaah. “Apa yang hendak kalian jawab ketika nanti di akhirat Allah menanyakan hal yang sama? Sudahkah antum sekalian menyiapkan jawabannya?" ungkapnya.

Tak ada yang mampu menjawab. Jamaah membisu, larut dalam suasana harunya. Tiba-tiba dari barisan shaf laki-laki, berdiri sosok gadis kecil tadi. Sekuat tenaga ia berlari menuju Syaikh, tak ada lagi yang mampu menahan bahkan mengejarnya.

Syaikh Anwer kaget, melihat sosok gadis kecil berlari ke arahnya kemudian langsung memeluknya erat, menangis sejadi-jadinya dalam pelukannya seolah tak ingin lepas lagi.

Syaikh membalas pelukannya sembari mengalungkan sebuah syal untuk anak itu. Perlahan dari balik kerudungnya, gadis kecil tadi mengeluarkan sebuah benda mungil berwarna hijau.

“Ini untuk Palestina, Syaikh!" masih dalam tangisnya, anak itu menyerahkan celengan kucingnya kepada Syaikh.

Sontak seluruh isi masjid bergemuruh, lantunan takbir saling bersahutan dari lisan jamaah. Ucapan hamdalah terus bersenandung menaungi setiap ruangannya.

Sore itu, dari sang gadis kecil, putri dari seorang petani dan guru ngaji itu, jamaah diajarkan tentang makna keikhlasan, tentang makna kedermawanan, tentang makna menjadi seorang muslim sejati, yang pasti kan merasa sakit ketika saudara muslim lain tengah tersakiti.

Dari gadis kecil itu pulalah kita diajarkan tentang makna “Infaq Terbaik”. Yang kita tak pernah tahu, entah telah berapa lama tabungannya itu dikumpulkan untuk masa depannya. Namun ia sadar bahwa di belahan bumi lain, ada saudaranya yang lebih membutuhkan..

Perlahan, satu persatu jamaah mulai berdiri, berebut ingin memberikan infaq terbaiknya, berlomba-lomba dengan segala kemampuannya untuk mengobati duka saudara-saudaranya di Palestina. Paling tidak, kelak ketika Allah bertanya apa yang telah diberikan untuk Masjid Al Aqsa, mereka sudah punya jawabannya.

Sore itu, langit di luar sudah mulai cerah, hujan telah benar-benar berhenti, namun gerimis-gerimis lembut kini telah berpindah menggenangi wajah-wajah para jamaah yang rindu akan saudara-saudaranya yang nun jauh di sana.

“Birruh biddam nabdika ya Aqsa!”  [@paramuda/BersamaDakwah]

Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search