Cerita Sang Pendongeng di Lokasi Gempa: Ada yang Bergerak di Mulut

- Agustus 21, 2018
Tommy Pandiangan
Ada kisah yang dibagikan oleh pendongeng dari Forum Lingkar Pena, Tommy Pandiangan saat terjun menjadi tim trauma healing untuk korban gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Ia bercerita bagaimana gempa yang sering terjadi itu sudah seperti halusinasi. Lengkapnya, demikian ia bercerita:

Ingatkah waktu pertama kali berlari di atas treadmill, setelah turun badan rasanya condong ke depan terus. Seakan ada daya yang mengisap tubuh dari depan, untuk terus berlari seperti di atas treadmill.

Sama halnya saat turun dari lift, masih ada sensasi seperti terhisap ke atas atau turun seperti halnya di dalam lift barusan.

Di Lombok, kisaran dua hari saja, tubuh saya sudah terpola pada sensasi gempa. Saat berdiri, saya rasakan tanah yang saya pijak bergerak pelan, seperti gempa ringan. Padahal tidak sedang terjadi gempa. Bisa dibilang semacam halusinasi. Jadi tidak heran banyak orang sini bilang, mereka gak tau lagi mana gempa kecil mana bukan. Karena memang faktanya gempa kecil cukup sering terjadi. Sehingga perasanya pun menjadi bingung. Halusinasi.

Tapi pengalaman malam 19 Agustus kemarin saya pikir cukup mencekam. Sepulang dari lokasi tugas, saat mencicipi martabak mini di lantai dua rumah kami menginap, tiba-tiba Bang Ibnu yang sedang mau turun tangga berucap "gak papa, gak papa!"

Saya bingung apanya yang gak papa. Hingga rumah mulai limbung kanan kiri pelahan, disusul lampu padam seketika. Bleb!

Keluar! Keluar! Ada yang berteriak. Lima orang di ruangan pun jumpalitan. Saya rentangkan tangan, menuju pintu dan mencengkram pegangan tangga sambil meniti tangga cepat dalam gelap gulita.

Sesampai luar pagar, keadaan sudah ramai. Orang-orang tumpah dari dalam rumah, berpegangan ketakutan menunggang bumi yang sedang berombak-ombak 5,4 SR.

Saya berjongkok. Tak kuat sekaligus ngeri merasakan pertama kali gempa yang sudah bikin Lombok porak poranda.

Lalu... di tengah berjongkok, saya merasakan sesuatu yang asing di dalam mulut saya. Agak kenyal, ber-granul dan bikin penasaran. Saya pun coba kunyah pelahan. Lagi, lagi dan lagi di tengah gempa dan kepanikan tetangga.

Hmm... Mungkinkah ini yang dinamakan sengsara membawa nikmat.

Apakah netijen sekalian tau, adakah orang lain selain saya di dunia ini, yang sempat-sempatnya mengunyah martabak mini di tengah kepanikan guncangan gempa? 


Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search