Aktivis yang juga Nahdliyin Yenny Zannuba Wahid, menyayangkan putusan hakim karena menghukum Meiliana, seseorang yang seharusnya tidak dihukum.
Direktur Wahid Foundation menilai nemperkecil volume pengeras suara dari masjid bukanlah penodaan agama sebagaimana dirujuk pasal 156a KUHP.
"Vonis Meiliana ini jelas tidak mencerminkan rasa keadilan, sementara para pelaku kerusuhan justru divonis paling tinggi 2 bulan 18 hari. Meiliana jelas menunjukan dirinya sebagai korban dari pelintiran kebencian yang menyebabkan kerusuhan di Tanjung Balai," tuturnya seperti dilansir ngopibareng.id, Jumat 24 Agustus.
Yenny Wahid menegaskan bahwa pihaknya mendesak DPR RI menghapus Pasal 156a KUHP. Pasal ini terbukti terus memakan korban. Laporan Kemerdekaan Beragama atau Berkeyakinan dan Politisasi Agama tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Wahid Foundation mencatat telah terjadi 18 tindakan kriminalisasi berdasarkan Agama atau keyakinan oleh Negara dan 10 tindakan oleh non-Negara. Sebagian besar menggunakan pasal 156a. Korban penodaan ini beragam, dari pejabat hingga guru sekolah.
"Atas nama keadilan, meminta hakim dalam proses banding membebaskan Meiliana. Hakim tidak boleh tunduk pada tekanan massa dan semata-mata berpegang pada prinsip kebenaran dan keadilan," kata Yenny Wahid.
Advertisement
EmoticonEmoticon