Penghinaan terhadap ulama belakangan kerap terjadi. Seolah, menghina adalah sebuah tren dan sebuah kemuliaan. Menghina ulama seolah pintu kebahagiaan, padahal itu awal sebuah kehancuran yang tinggal menghitung waktu pelunasan.
Sebelum terlanjut kena balasan dari Allah SWT secara cash, lebih layak membaca kisah seorang ayah. Seperti yang dikisahkan oleh Qurroh Ayuniyyah, yang menempuh pendidikan Islamic Economics di International Islamic University Malaysia (IIUM).
Berikut catatan Qurroh tentang ayahnya. Cukup mengharukan.
--
Adalah ia, Ayah saya yang begitu luar biasa. Mengaku tidak enak badan, akhirnya memilih istirahat di rumah hari ini. Tapi yg beliau lakukan selama "istirahat" di rumah adalah membuka kitab kuning dan Al-Quran untuk membuat suatu konsep.
Bangun setiap hari paling lambat pukul 2 pagi, jam berapapun Beliau tidur malamnya. di saat saya bangun Beliau sudah bersimpuh khusyu berdoa meminta pertolongan Allah atas segalanya..
Hanya doa yg bisa saya berikan agar Ayahanda diberikan keistiqamahan, kesehatan, dan perlindungan dr Allah SWT. Hasbunallah wanni'mal wakiil..
Suka sedih kalau ada yg suka menghina para ulama. You just cant imagine what they have been through, what they have done, what they thought, what they have sacrificed... 😢
Kalau masih hedon, shalat masih telat, tahajjud kadang-kadang, ibadah yaumiyyahnya banyak bolongnya, mempelajari ilmu agamanya ga ada seminggu sekali, baca Quran jarang-jarang dan lain-lain. Nggak usahlah berpikiran negatif, berkata negatif, terhadap para penyampai ini. Lebih baik diam. Itu jauh lebih mulia.
[Paramuda/BersamaDakwah]
Advertisement
EmoticonEmoticon