Darah di gerbong Serayu Malam. Dok: Ridwan Kharis Syuhada |
Kereta Serayu Malam diserang, kaca jendela pecah, sejumlah penumpang luka-luka.
Baru saja terjadi. Saya menyaksikannya, langsung.
Kereta api Serayu Malam diserang oleh orang-orang tak dikenal di stasiun Kiaracondong, Bandung. Kereta memang membawa banyak penumpang pendukung Persija yang besok akan menyaksikan pertandingan tim kesayangan mereka di Cilacap.
Banyak yang menduga, penyerang adalah musuh bebuyutan The Jakmania, yang memang markasnya di Bandung. Saya sering mendengar berita tentang bentrokan antara si orange dan si biru, tapi baru kali ini merasakan kondisi yang mencekam.
Di gerbong 6, ketika kereta akan berjalan meninggalkan stasiun, anak-anak muda The Jakmania menginstruksikan agar penumpang ke tengah, atau menutup jendela dengan tas. Saya memutuskan mengajak istri saya untuk pindah ke gerbong restoran (sambil sesekali merunduk), semoga sedikit jendelanya, lebih aman.
Yang saya saksikan, kepanikan. Ibu-ibu ketakutan, anak-anak menangis, orang tua merunduk, sambil melindungi kepalanya. Di gerbong 5 saya melihat ada jendela yang pecah, batu besar, ada darah segar tercecer. Ke depan lagi, saya melihat beberapa orang yang bajunya sampai berdarah, juga kaca yang pecah.
"Mereka masuk gerbong, sambil bawa besi, lalu memukuli penumpang yang menggunakan baju the jack. Saya ngaku mahasiswa, Mas. Suasananya seperti film Train to Busan, yang zombi rame-rame ngejar manusia itu" kata mas-mas yang di sebelah saya di kereta makan.
Kata petugas cleaning service, di gerbong depan, kondisi lebih parah. Lebih banyak kaca jendela yang pecah, lebih banyak yang histeris.
Saya juga menyaksikan anak-anak the Jakmania yang sedang protes kepada petugas tentang keamanan yang bisa dibobol, juga meminta agar kawan mereka atau penumpang lain yang menjadi korban segera diobati. Mereka menuntut hak mereka sebagai penumpang yang sah, yang memiliki tiket.
Sepanjang perjalanan, saya memang merasa tidak nyaman atas rombongan Jakmania yang berisik, bersuara keras menyanyikan lagu dukungan utk timnya, dan sesekali mengeluarkan kata-kata jorok. Saya dan istri saya sempat menegur, tetapi nihil. Tapi kondisi ketidaknyamanan itu tidak sampai mengganggu keamanan.
Menurut saya, adalah kesalahan fatal terjadi di penerapan standar keamanan di Stasiun Kiaracondong. Bagaimana mungkin orang-orang bisa masuk ke dalam kawasan stasiun dengan membawa batu besar, membawa besi, juga alat setrum, sampai bertindak anarkis? Bukankah sekarang jauh lebih ketat dibanding jaman dulu? Bukankah hanya yang memiliki tiket yang bisa masuk peron?
Jika tulisan ini terbaca oleh KAI, semoga menjadi evaluasi untuk perbaikan. Juga diberikan sanksi kepada pihak-pihak yang lalai. Karena menurut saya ini benar-benar memalukan PT KAI ditengah perbaikan-perbaikan yang dilakukan.
Semoga pihak yang berwajib bisa menangkap para pelaku penyerangan tersebut.
Tulisan ini saya tulis di ruangnya petugas kebersihan, sekitar 20 menit setelah kejadian. Alhamdulillah, saya dan istri selamat.
Hasbunallah wani'mal wakil, ni'mal mawla wani'man nashir
---
Jumat, 24 Maret 2017,
00.50
Ridwan, penumpang kereta Serayu Malam
[Paramuda/BersamaDakwah]
Advertisement
EmoticonEmoticon