Khaleej Times |
Seorang pemuda asal Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, berjalan kaki menuju Tanah Suci Mekah.
Namanya adalah Mochammad Khamim Setiawan (28). Pemuda itu memulai perjalanannya dari Pekalongan pada 28 Agustus 2016 lalu. Ia melewati berbegai negara dengan berjalan kaki. Istirahat di masjid, menumpang di rumah orang yang ditemui, hingga bermalam di hutan di berbagai negara ia lakukan. Pada 19 Mei 2017, ia telah tiba di Abu Dhabi, Uni Emirat arab. Kepada Khaleej Times dan dilansir GNFI, ia menceritakan perjalanannya.
Dengan berjalan kaki, Khamim meyakini ada keutamaan dalam menunaikan ibadah haji. Alasan itulah baginya untuk menumpuh perjalanan ini. Menguji kekuatan fisik dan spiritual merupakan alasan utamanya untuk berjalan kaki, selain keinginannya untuk menyebarkan pesan berupa harapan, toleransi dan keharmonisan hubungan sesama manusia.
Khamim menjalankan ibadah puasa setiap hari selama perjalanan. Kebiasaan berpuasa setiap hari, kecuali di hari besar agama Islam, telah ia lakukan selama lima tahun terakhir. Dalam kondisi berpuasa itulah membuatnya hanya berjalan di malam hari. Dalam kondisi fisik yang baik, ia dapat menempuh perjalanan sepanjang 50 kilometer, dan hany sekitar 15 kilometer jika kakinya merasa capek.
Selama perjalanan ia hanya dua kali mengalami sakit yaitu saat ia di Malaysia dan India. Khamim tidak meminum suplemen khusus, melainkan campuran air dan madu untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya dari perubahan cuaca di negara-negara yang dilalui.
Seluruh barang yang ia bawa antara lain dua potong kaos dan celana, dua pasang sepatu, sejumlah kaos kaki, sejumlah pakaian dalam, sebuah kantung tidur dan tenda, sebuah lampu, telepon pintar dan GPS. Seluruh perlengkapan dimasukkan dalam sebuah tas punggung yang di luarnya terpasang sebuah bendera mini Indonesia. Ada tulisan "I'm on my way to Mecca by foot" di kaosnya. Itu dilakukan untuk memberi pesan kepada orang-orang yang ditemui di perjalanan tentang misinya menuju Mekah.
Sarjana Ekonomi dari Universitas Negeri Semarang itu memiliki perusahaan kontraktor yang sedang berkembang, namun ia tinggalkan demi menjalankan misi ini. Misi ini ia jalankan dengan modal hanya sedikit rupiah di sakunya. Lalu bagaimana cara Khamim memenuhi kebutuhan selama di perjalanan?
"Saya tak pernah meminta-minta, namun saya selalu bertemu orang yang memberi makanan dan bekal lain," jelasnya. Dalam perjalannya, Khamim diterima di berbagai tempat, meski di rumah-rumah ibadah agama lain. "Saya disambut di kuil Budha di Thailand, diberi makanan oleh warga desa di Myanmar, bertemu dan belajar dengan ilmuwan muslim berbagai negara di sebuah masjid di India, dan berteman dengan pasangan Kristen asal Irlandia yang bersepeda di Yangon," kisahnya.
Berhaji menurutnya tak hanya soal interaksi dengan sesama muslim, namun juga manusia dari berbagai keyakinan berbeda. Bertemu dan mempelajari budaya berbeda, bagi Khamim akan tumbuhkan rasa toleransi yang juga merupakan bentuk kepatuhan kepada Tuhan.
Kesempatan bertemu orang-orang baik dalam perjalanannya menurutnya adalah anugerah Tuhan. Sebab pertemuan itu membuatnya terus bisa lanjutkan perjalanan, meski tak memiliki uang yang lebih. Perjalanan 9.000 kilometer ini rencananya akan berakhir di Mekah pada 30 Agustus 2017 nanti, atau sehari sebelum Idul Adha yang menandakan setahun perjalanannya. [Paramuda/BersamaDakwah]
Advertisement
EmoticonEmoticon