IndonesiaOversight.com |
Penerapan pembayaran secara non-tunai di semua ruas jalan tol mendapat perhatian dari para aktivis, salah satunya Sekjend Pusat Advokasi Hukum dan HAM (PAHAM) Indonesia Rozaq Asyhari tersebut mengingatkan agar kebijakan tersebut dipersiapkan dengan baik.
“Bila pembayaran non tunai merupakan sebuah kebijakan, hal ini harus dipersiapkan dengan baik penerapannya. Harus dipastikan bahwa semua pintu toll memang sudah siap menerima pembayaran uang elektronik. Jangan sampai masyarakat diminta menyiapkan diri dengan aturan baru tersebut, namun ternyata infrastrukturnya belum siap," tukas pengacara publik dari PAHAM di Jakarta, Jumat (6/10/2017) dalam keterangan pers yang diterima BersamaDakwah.
Rozaq Asyhari mendesak agar diberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat yang sudah membeli kartu e-toll. “Praktiknya banyak masyarakat yang terpaksa membeli karto e-toll saat kemarin mulai diberlakukannya kebijakan pembayaran non-tunai. Baik yang disebabkan karena memang belum punya kartu, ataupun yang ternyata saldo kartunya tidak cukup untuk membayar biaya tol. Tentunya pemerintah harus memberikan perlindungan hukum kepada mereka yang sudah membeli kartu e-toll tersebut,” papar Rozaq lebih lanjut.
Lebih lanjut Rozaq Asyhari menjelaskan bahwa perlindungan hukum yang dimaksud adalah adanya jaminan bahwa pembayaran kartu e-toll pasti diterima di setiap pintu tol. “Konsekuensinya bila pintu otomatis mereka rusak, pemilik e-toll seharusnya digratiskan masuk toll, jangan dipaksa lagi suruh bayar dengan tunai, itu baru namanya fair play dan memberikan perlindungan hukum,” papar doktor lulusan Universitas Indonesia tersebut.
Menurut Rozaq Asyhari dengan memberikan akses gratis saat pintu otomatis rusak adalah bentuk kepastian hukum. “Jika saat ini para pengguna etoll dipaksa beralih dari pembayaran tunai ke non tunai, untuk kepastian hukum seharusnya tidak ada lagi pengalihan pembayaran ke tunai, meskipun gardu toll rusak.” tukasnya. [BersamaDakwah]
Advertisement
EmoticonEmoticon