Kisah Mualaf Ustadz Syafii Antonio dan Macam-Macam Mualaf

- November 07, 2017
Dok: Ahmad Sarwat
Ustadz Ahmad Sarwat memiliki cerita tersendiri tentang Doktor Muhammad Syafii Antonio. Berikut penuturan pendiri Rumah Fiqih Indonesia.

-----

Meski sudah beberapa kali tampil jadi khatib Jumat di Masjid Andalusia Sentul, baru kali ini saya bertemu langsung dengan pimpinan tertingginya, Dr. Muhammad Syafii Antonio, MEc.

Orangnya ramah, murah senyum, otaknya encer, bahasa Arabnya fasih, kedalaman ilmu keislamannya bikin saya rada keder juga. Bukan apa-apa, sebab orang ini terlahir dengan nama Nio Gwan Chung. Agamanya bukan Islam saat itu.

Berikut pengakuannya :

"Saya adalah WNI keturunan Tionghoa. Saya lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 12 mei 1967. Sejak kecil saya mengenal dan menganut ajaran Konghucu, karena ayah saya seorang pendeta Konghucu. Selain mengenal ajaran Konghucu, saya juga mengenal ajaran Islam melalui pergaulan di lingkungan rumah dan sekolah."

Masuk Islam dan Ganti Nama.

Di usia 17 tahun beliau masuk Islam dan berganti nama. Berikut penuturannya : 
"Setelah melakukan perenungan untuk memantapkan hati, maka di saat saya berusia 17 tahun dan masih duduk di bangku SMA, saya putuskan untuk memeluk agama Islam. Oleh K.H. Abdullah bin Nuh al-Ghazali saya dibimbing untuk mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat pada tahun 1984. Nama saya kemudian diganti menjadi Syafii Antonio.".

Yang bikin saya kagum dengan tokoh ini adalah semangat belajar ilmu-ilmu agama Islam. Tidak seperti para muallaf tanggung lainnya, yang begitu baca syahadat terus jadi muallaf abadi, beliau justru memperdalam bahasa Arab, belajar ilmu syariah sampai ke Jordan, dapat gelar Lc sampai doktor.

Berikut penuturannya :

"Lulus SMA saya melanjutkan ke ITB dan IKIP, tapi kemudian pindah ke IAIN Syarif Hidayatullah. Itupun tidak lama, kemudian saya melanjutkan sekolah ke University of yourdan (Yordania). Selesai studi S1 saya melanjutkan program S2 di international Islamic University (IIU) di Malaysia, khusus mempelajari ekonomi Islam".

Beda sekali dengan muallaf lain yang saya kenal. Ada sebagian yang jadi penipu, pura-pura jadi muallaf tapi kerjaannya menipu jamaah minta sumbangan dari masjid ke masjid.

Waktu masih SMP saya dikenalkan dengan pendeta yang katanya masuk Islam. Kalau ceramah semua orang tertawa, sampai ibu-ibu di majelis taklim terkencing-kencing. Maka mantan pendeta ini pun laris manis diundang di berbagai pengajian. Lebih ngetop dari kiyai aslinya.

Namun sayang sekali, terakhir dia ditangkap polisi karena terkena kasus penipuan harta.

Ada juga pendeta lain yang juga saya kenal. Dia masuk Islam langsung jadi tokoh di berbagai majelis taklim. Banyak orang terpesona dengan pengalaman perjalanan pindahnya ke Islam. Cuma yang bikin kesal, tokoh ini bicara banyak tentang ilmu-ilmu agama Islam yang tidak pernah dia pelajari dengan benar.

Hukum-hukum fiqih dia tabrak sana tabrak sini. Mungkin jamaah awam tidak ada yang sadar, karena awam. Tapi tampil berdua dengan saya di suatu panggung majelis, saya kritik habis sampai saya bilang ke dia" Sebaiknya Anda cerita pengalaman masuk Islam saja, jangan bicara tentang hukum-hukum fiqih. Karena fatwa yang Anda pakai itu tidak jelas sumbernya, hasil browsing sekenanya, dan keliru total".

Saya juga bertemu dengan para muallaf yang pada jadi tokoh agama, terlanjur melambung namanya hingga disapa dengan panggilan ustadz. Seolah-olah seperti ustadz betulan, padahal tidak pernah belajar agama Islam dengan benar.

- Tidak menguasai bahasa Arab, tidak tahu ilmu nahwu, sharaf, balaghah dan seterusnya sebagai ilmu alat.

- Tidak mengerti Al-Quran dan 80 cabang ilmunya, mulai dari makki, madani, asbabunnuzul, siyaq, munasabah, al-wujuh wa an-nazhair, dan seterusnya.

-Tidak paham hadits dan cabang-cabang ilmunya, baik kritik sanad apalagi kritik matan.

- Tidak pernah belajar dari dasar tentang ilmu fiqih, mulai dari thaharah, shalat, zakat, puasa, haji, muamalah, dst. Tiba-tiba langsung mau bikin negara.

- Tidak pernah tahu sumber-sumber hukum Islam seperti AL-Quran, As-Sunnah, Ijma', Qiyas, Maslahah Murasalah, Istihab, Istihsan, Urf, dan seterusnya.

- Tidak paham blas tentang ilmu ushul fiqih, qawaid fiqhiyah, mahazib ulama.

Lalu dengan segala keawamannya itu, enak-enakan menikmati gelar 'ustadz', merasa dirinya sudah paling pintar dalam ilmu agama Islam, dan mulai menyalah-nyalahkan para ulama seenaknya. Muallaf jahil yang merasa lebih pintar dari ulama.

Kembali kepada Doktor Syafi'i Antonio, saya justru teramat kagum. Selepas saya memberi khutbah, saya diajak makan. Kebetulan ada tamu dari Kuwait yang mengajak ngorbol dengan bahasa Arab. Fasih sekali bahasa Arabnya, tawadhu' orangnya, encer otaknya, mendalam ilmunya.

Kalau bicara tentang Hukum Ekonomi Syariah, saya pasti jadi muridnya. Meski beliau cina bermata sipit mantan Konghuchu. Tetapi begitu masuk Islam, dia belajar ilmu agama Islam sedalam mungkin, hingga melewati semua ilmu yang kita-kita miliki.


Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search