Tempo |
Peristiwa persekusi terhadap aktivis politik Neno Warisman di Pekanbaru, Riau, pada Sabtu malam, 25 Agustus 2018 ditengarai adalah upaya sistematis.
Demikian dikatakan mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Maneger Nasution.
Ia mengingatkan, peristiwa yang menimpa Neno itu bukan kali pertama, sebab dia mengalami hal serupa di Batam, Kepulauan Riau, pada 28 Juli. Yang memicu pun sama, yaitu karena Neno akan hadir dalam kegiatan deklarasi #2019GantiPresiden.
Hal yang mengindikasikan kedua peristiwa itu layak diduga didalangi orang atau kelompok tertentu secara sistematis, kata Meneger, ialah massa yang mengetahui dengan akurat waktu kedatangan Neno.
Dalam kasus di Batam dan Pekanbaru, Neno datang dengan pesawat udara.
Begitu ia mendarat di bandara masing-masing kota itu, massa sudah mengadangnya, bahkan sebagian sampai masuk ke gedung utama. Dapat diasumsikan bahwa massa sudah sedari awal mengetahui pesawat yang ditumpangi Neno, termasuk perkiraan waktu kedatangannya.
“Sebetulnya ini sistematis. Manifes (daftar penumpang) pesawat sampai diketahui umum dan itu berarti ada yang memberitahu. Itu pasti ada jejaringnya,” kata Maneger di tayangan tvOne pada Ahad pagi, 26 Agustus 2018.
Indikasi berikutnya, menurut Maneger, massa yang mengadang Neno di Batam maupun Pekanbaru tidak sedikit. Jelas ada orang atau kelompok yang mengorganisasinya. “Agak sulit membayangkan kalau (massa) ini dianggap spontan, dengan ratusan orang mengadang.”
Dengan dua kejanggalan itu saja polisi dapat mengusut kasus persekusi terhadap Neno. Bagaimana pun kegiatan yang dilakukan Neno ialah bagian dari kemerdekaan menyatakan pendapat yang dilindungi oleh konstitusi.
“Hak menyampaikan pendapat adalah hak konstitusional. Negara harus memastikan tidak ada peristiwa berikutnya, negara harus menjamim tidak mengurangi haknya,” kata Meneger.
Advertisement
EmoticonEmoticon