tempo |
"Tidak ada larangan pengaturan terhadap azan. Yang diatur itu adalah penggunaan pengeras suara dan aturan itu pun adalah aturan yang dibuat pada tahun 1978, 40 tahun yang lalu. Jadi bukan kebijakan Kementerian Agama saat ini," kata Lukman di Jakarta, Selasa (4/9/2018).
Soal tuntutan masyarakat yang menghendaki agar Kementerian Agama membuat regulasi penggunaan pengeras suara, ia telah melakukan kajian. Lalu ia mendapatkan bahwa tahun 1978 pernah ada edaran yang dibuat Dirjen Bimas Islam saat itu yang sifatnya internal ke dalam.
"Yang tentu konteksnya sangat berbeda, jadi mohon cermati betul isi dari edaran itu, harus membacanya secara utuh jangan sepotong-potong karena itu kan ada pertanyaan bagaimana kalau di kampung? Ya, kalau di kampung selama ini enggak ada masalah seperti itu," Kata Lukman.
Menag meminta agar saling mengedepankan tenggang rasa. Maksudnya, kemauan dan kemampuan untuk ikut merasakan pihak lain yang berbeda.
"Bagaimana tenggang rasa itu tak hanya dituntut kepada pada pengelola rumah ibadah tapi masyarakat secara luas juga harus dikedepankan tenggang rasa itu," kata Lukman.
Ia mencontohkan bahwa hal ini sebagai konsekuensi sosiologis. Misalnya kalau warga tinggal di dekat dapur umum akan mencium bau masakan. Kalau tinggal di dekat gereja akan sering mendengar bunyi lonceng.
"Seperti yang kalau kita tinggal di dekat masjid ya tentu kita akan sering mendengar azan. Mari kita saling bertenggang rasa," kata Lukman.
Apabila ada perselisihan dan ada perbedaan pandangan di masyarakat, bisa diselesaikan secara musyawarah.
"Karena hukum itu selalu cara pandangnya hitam putih benar atau salah. Padahal kita adalah masyarakat yang penuh kekeluargaan yang terbiasa bermusyawarah," kata Lukman seperti dilansir Viva.
Advertisement
EmoticonEmoticon